Pelantikan Ikarema

Hai guys, welcome to our blog. Today we will talk about “What is IKAREMA?

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 21 November 2017

PERAN REKAM MEDIS DALAM DETEKSI POTENSI KEJADIAN FRAUD DI PELAYANAN KESEHATAN ERA JKN

 Nadia Indah Parasati
nadiaindah289@gmail.com


 

Dewasa ini pemerintah Indonesia telah berusaha dalam meningkatkan mutu layanan kesehatan dengan dibuktikannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program Jaminan Kesehatan kini berkembang cukup pesat dengan tujuan awal untuk tercapainya Universal Health Coverage (UHC). UHC adalah suatu konsep penanganan reformasi layanan kesehatan meliputi segenap masyarakat yang ditinjau dari beberapa aspek yaitu aksesibilitas serta ekuitas pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan yang  berkualitas dan komprehensif yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif hingga rehabilitatif serta mengurangi keterbatasan finansial untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi setiap penduduk (Piensriwatchara, 2017).

Jaminan Kesehatan Nasional diselenggarakan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dengan memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Masyarakat, 2018). Jaminan Kesehatan Nasional bekerja dalam aspek sosial dan kesehatan sehingga menjadi langkah pemerintah dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, namun kenyataannya pelaksanaan JKN diwarnai dengan berbagai masalah. Salah satu yang menjadi masalah utama adalah permasalahan keuangan, dimana terjadi defisit keuangan di BPJS Kesehatan. Dengan adanya permasalahan finansial, kualitas layanan kesehatan akan dipertanyakan, karena kesulitan finansial menjadi  kendala dalam memberikan suatu pelayanan terutama dalam hal kelayakan fasilitas. Fasilitas layanan kesehatan harusnya segera memikirkan usaha yang tepat untuk mempertahankan kondisi agar tidak terjadi kerugian. Usaha yang dilakukan beberapa fasilitas kesehatan sekarang justru lebih mementingkan kemanfaatan secara pribadi sehingga menimbulkan kecurangan. Kecurangan yang dilakukan oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) disebut dengan istilah Fraud.

Pengertian dari Fraud telah tercantum dalam Permenkes No. 36 Tahun 2015 pasal 1 ayat 1, yang meyatakan bahwa “Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial Nasional yang biasa disebut Kecurangan JKN adalah tindakan yang dilakukan secara sengaja oleh peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, bahkan penyedia obat dan alat kesehatan untuk mendapatkan keuntungan finansial dari program jaminan kesehatan melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan ketentuan” . Kasus Fraud kini menjadi sebuah perhatian karena Proyeksi fraud JKN yang tercatat sebanyak  5    10  %  atau sebanyak  Rp.  1,8  triliun    Rp.  3,6 triliun dari prediksi premi BPJS 2014 (Masyarakat, 2018). Adapun jenis-jenis kecurangan Fraud yang biasa terjadi di layanan kesehatan oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) menurut pasal 5 Permenkes Nomor 36 Tahun 2015 :

a.       Penulisan kode diagnosis yang berlebihan (upcoding);

b.      Penjiplakan klaim dari pasien lain (cloning);

c.       Klaim palsu (phantom billing);

d.      Penggelembungan tagihan obat dan alkes (inflated bills);

e.       Pemecahan episode pelayanan (services unbundling or fragmentation);

f.        Rujukan semu (selfs-referals);

g.      Tagihan berulang (repeat billing);

h.      Memperpanjang lama perawatan (prolonged length of stay);

i.        Memanipulasi kelas perawatan (type of room charge);

j.        Membatalkan tindakan yang wajib dilakukan (cancelled services);

k.      Melakukan tindakan yang tidak perlu (no medical value);

l.        Penyimpangan terhadap standar pelayanan (standard of care);

m.    Melakukan tindakan pengobatan yang tidak perlu (unnecessary treatment);

n.      Menambah panjang waktu penggunaan ventilator;

o.      Tidak melakukan visitasi yang seharusnya (phantom visit);

p.      Tidak melakukan prosedur yang seharusnya (phantom procedures);

q.      Admisi yang berulang (readmisi);

r.        rujukan pasien yang tidak sesuai untuk memperoleh keuntungan;

s.       Meminta cost sharing yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan

t.        Tindakan kecurangan JKN yang lainnya selain huruf a sampai dengan huruf s.

Dari berbagai macam jenis Fraud diatas, yang paling sering terjadi dalam unit kerja rekam medis adalah tindakan upcoding. Bentuk dari temuan upcoding yang biasa terjadi di Instansi Kesehatan adalah sebagai berikut :

a)      Koding Klaim tidak sesuai aturan pada kondisi multiple atau kesalahan koding pada kondisi multiple,

b)      Koding suatu diagnosis yang tidak disertai pemeriksaan penunjang.

c)      Kesalahan koding prosedur karena memilik kode ICD-9-CM bukan yang seharusnya

d)      Menukar diagnosis utama dengan diagnosis sekunder maupun sebaliknya (Koding perlu diseleksi).

e)      Kesalahan koding diagnosis yaitu memilih kode yang tidak sesuai dengan kondisi seharusnya. (Abdullah, 2019)

 

 Menurut Abdullah (2019) faktor penyebab potensi upcoding yang terjadi antara lain:

1.      Verifikasi internal rumah sakit dan umpan balik (feedback) dari BPJS Kesehatan belum berfungsi dengan baik sebagai pengawasan tindakan kecurangan (fraud),

2.      Menurunnya akurasi koding

Hal ini diakibatkan oleh panjangnya proses input klaim karena tidak adanya implementasi SIMRS,

3.      Motivasi Koder.

Koder melakukan tindakan upcoding secara sengaja hanya untuk kepuasan pribadi.

 

 

Sebagai tenaga kesehatan yang berprofesi di Rekam Medis dapat mendeteksi adanya kecurangan (Fraud) baik tindakan upcoding maupun beberapa jenis Fraud yang dilakukan oleh PPK (Pemberi Pelayanan Kesehatan) karena dalam unit rekam medis terdapat dokumen yang menjadi sebuah bukti nyata akan tindakan medis yang telah dilakukan PPK kepada pasien. Rekam Medis juga menjadi salah satu penaggung jawab atas proses klaim pasien BPJS. Oleh karena itu Rekam Medis dapat melakukan analisis penyebab perbedaan  diagnosis klinis dan diagnosis asuransi dan melakukan analisis kesusaian dokumen rekam medis dengan bukti formulir penunjang didalamnya. Tenaga rekam medis yang mempunyai moral dan kemampuan yang berkualitas sangat dibutuhkan guna menunjang deteksi potensi Fraud . Rekam Medis dapat memanfaatkan fungsi aspek Legal, dimana dokumen rekam medis menjadi bukti tertulis yang siap untuk dilakukan penyelidikan dalam kebutuhan pengadilan.

Dengan dilakukannya deteksi dini, maka akan menjadi langkah awal dalam membantu pihak pemerintah bahkan Rumah Sakit untuk menuntaskan tindakan korupsi. Meminimalisir segala upaya kecurangan di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), akan sangat sulit tanpa adanya dukungan dari pemerintah dan masyarakat oleh karena itu diperlukan suatu penegasan hukum yang telah disosialisasikan kepada khalayak umum. Pembuatan aturan yang disertai dengan penegasan harus dibuat secara terperinci berdasar pada lapangan dengan melibatkan tenaga yang beresiko melakukan korupsi seperti Rekam Medis atau tenaga PPK lainnya.

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 Abdullah, A. S. (2019). Analisis Faktor Penyebab Kejadian Fraud Yang Diakibatkan Oleh Upcoding Biaya Pelayanan Kesehatan Kepada BPJS Kesehatan Cabang Ambon. Jurnal Kesehatan3(1).Masyarakat, J. K. (2018). Analisis Pelaksanaan Program Pencegahan Kecurangan (Fraud) Jaminan Kesehatan Nasional Di Puskesmas Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 6(4), 95–104.

Menteri Kesehatan, & Menteri Kesehatan, R. (2015). Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 36 tahun 2015 tentang pencegahan kecurangan . 1–97. (www.hukor.depkes.go.id)

Piensriwatchara, E. (2017). 2017_Universal Health coverage Thailand experience. July. (https://extranet.who.int/kobe_centre/sites/default/files/pdf/3_piensriwatchara.pdf)

 

 

 

 

                                                                                                                        

Minggu, 10 September 2017

KOMPETENSI REKAM MEDIS

 


Kompetensi perekam medis merupakan pengetahuan, perilaku, danketrampilan yang harus dimiliki oleh seorang perekam medis dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Sedangkan tugas dan tanggung jawab dari seorang perekam medis yaitu pengelolaan sistem informasi, statistik kesehatan, menyajikan data/info kesehatan, analisa kuantitatif dan kualitatif. Untuk pelaksanaan tugas dari seorang perekam medis maka di perlukan kompetensi pokok dan kompetensi penunjang. Sebagai berikut :

 

A.      KOMPETENSI POKOK

1.      Klasifikasi Dan Kodefikasi Penyakit, Masalah – Masalah Yang Berkaitan Dengan Kesehatan Dan Tindakan Medis

Perekam medis mampu menetapkan kode penyakit atau diagnosis dan tindakan dengan tepat sesuai klasifikasi internasional atau dengan ICD 10 dan ICD 9 CM tentang penyakit dan tindakan medis dalam pelayanan dan manajemen kesehatan. Seperti nomor kode diagnosis, fungsi indeks penyakit, registrasi, aplikasi ICD – 10, penyediaan informasi morbiditas dan mortalitas, manfaat data diagnosis dalam klaim asuransi, etika koding.

 

2.      Aspek Hukum Dan Etika Profesi

Perekam medis mampu melakukan tugas dalam memberikan pelayanan rekam medis dan informasi kesehatan yang bermutu tinggi dengan memperhatikan perundangan dan etika profesi yang berlaku. Seperti dalam memberikan edukasi kepada pasien terkait hak dan kewajiban pasien, mensosialisasikan kepada tenaga kesehatan lain mengenai hak dan kewajiban dari  tenaga kesehatan, menjaga kerahasiaan dokumen rekam medis pasien baik dalam hal penyimpanan, penggunaan untuk kepentingan riset, dan dalam hal retensi maupun pemusnahan. Pelepasan informasi, hal ini mengenai informasi mana sajakah yang dapat diberikan kepada pasien dan selain pasien. Contohnya dalam dokumen rekam medis, hanya resume medis yang boleh dilihat atau  diberikan kepada pasien dan keluarga pasien, untuk dokumen selain resume medis tidak di perbolehkan. Hak akses, hak akses disini yang dimaksud yaitu siapa saja yang bisa dan berhak mengakses dokumen rekam medis ini, tidak semua pegawai atau tenaga kesehatan bisa mengakses dokumen rekam medis ini.  Etika profesi, dalam hal ini sebagai seorang perekam medis sangatlah penting dalam menjaga dan menerapkan etika profesinya, karena hal ini sangat berpengaruh dalam mutu  pelayanan pada instansi tersebut. Contohmya pada tempat pendaftaran pasien, seorang perekam medis harus melayani  pasien dengan ramah dan sopan sesuai etika profesinya.

 

3.      Manajemen Rekam Medis Dan Informasi Kesehatan

Perekam medis mampu mengelola rekam medis dan informasi kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan medis, administrasi dan kebutuhan informasi kesehatan sebagai bahan pengambilan keputusan di bidang kesehatan. Manajemen isi rekam medis (fungsi rekam medis, analisis kuantitatif/kualitatif, model sistem rekam medis. Manajemen berkas (sistem penamaan, sistem penomoran, sistem penyimpanan, sistem retensi, sistem assembling, desain formulir baik kertas maupun elektronik, koding diagnosa maupun tindakan, indeksing, dan pelaporan). Manajemen kearsipan merupakan bagaimana mengatur atau mengelola dalam hal penyimpanan berkas atau dokumen rekam medis. Aplikasi komputer, pengimplementasian dari aplikasi ini yaitu aplikasi untuk pendaftaran pasien, aplikasi koding, aplikasi pelaporan, dan yang lainnya. Dasar – dasar pemrograman untuk menunjang berjalannya apikasi yang telah dibuat. Konsep –konsep database yang di rancang agar dapat menyimpan data – data rekam medis dengan aman dan terkendali, data base ini juga memiliki peran penting dalam menunjang berjalannya aplikasi yang telah dibuat pada rekam medis.

 

4.      Menjaga Mutu Rekam Medis

Perekam medis mampu mengelola, merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan  menilai mutu rekam medis. Seperti mutu pelayan, mutu pelayanan ini dapat dilihat dari bagaimana seorang perekam medis melayani pasien, agar mutu layanan meningkat maka seorang perekam medis harus melayani dengan profesional. Manajemen mutu rekam medis dan informasi kesehatan, merupakan bagaimana mengelola pelayanan rekam medis agar menghasilkan mutu yang baik. Teknik penilaian mutu, teknik penilaian ini dapat dilakukan dengan cara melihat apakah banyak mendapat keluhan maupun kritik ketidak puasan dari pasien. Teknik peningkatan mutu, teknik peningkatan mutu ini dapat dilakukan dengan cara POAC. Audit rekam medis merupakan upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis. Sistem registrasi, lisensi dan akreditasi. Ergonomis, merupakan nilai yang dilihat dari segi kemanan, kenyamanan, dan estetika dari barang yang digunakan.

 

5.      Statistik Kesehatan

Perekam medis mampu menggunakan statistik kesehatan untuk menghasilkan informasi dan perkiraan yang bermutu tinggi sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan di bidang pelayanan kesehatan. Peranan statistik pelayanan kesehatan. Indikator pelayanan kesehatan. Sistem informasi manajemen. Pengolahan dan analisis data, dengan cara kuantitatif dan kualitatif. Pengenalan jaringan. Aplikasi komputer yang berkaitan dengan statistik kesehatan dan menunjang statistik kesehatan.

 

B.       KOMPETENSI PENDUKUNG

6.      Manajemen Unit Kerja Rekam Medis Dan Informasi Kesehatan

Perekam medis mampu mengelola sumber daya yang tersedia di unit kerja rekam medis untuk dapat mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang informasi kesehatan. Seperti prinsip manajemen, rencana strategik yang dilakukan agar efisien dan efektif dalam waktu dan tenaga, manajemen SDM, manajemen unit kerja, produktivitas kerja, alur – prosedur kerja yang harus ada agar tertata dan menjaga konsistensi alur pelayanan. Perilaku organisasi diperlukan agar dalam menyelesaikan suatu permasalahan menjadi mudah. Desain ruangan/tata letak, hal ini penting di perhatikan karena terkait dengan kenyaman dan keamanan. Standar peralatan unit kerja rekam medis harus tersedia agar mempermudah petugas dalam menjalankan pekerjaannya dan meningkatkan keamanan petugas rekam medis dalam melakukan pekerjaannya. Administrasi perkantoran, seperti pembayaran biaya pemeriksaan pasien.

 

7.      Kemitraan Profesi

Perekam medis mampu berkolaborasi inter dan mitra profesi yang terkait dalam pelayanan kesehatan. Dapat dilakukan dengan organisasi profesi, leadership dalam merumuskan atau menyusun formulir rekam medis, komunikasi efektif dengan profesi lain agar akrab dan harmonis, informasi efektif dan efisien.

Jumat, 07 Juli 2017

PENTINGNYA REKAM MEDIS DALAM PELAYANAN DI RUMAH SAKIT

Elya Nursitta Fauziah
sittaelya@gmail.com

 

            Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan yang paling utama. Rumah sakit penting bagi masyarakat. Oleh karena itu, pelayanan yang disediakan di rumah sakit harus bermutu dan terpercaya. Rumah sakit memiliki pembagian tersendiri dalam manajemen pelayanan yang dijalankan. Salah satu bagian yang bekerja dalam pelayanan rumah sakit adalah rekam medis dan informasi kesehatan. Sjamsuhidajat dan Alwy (2006 : 3) menyatakan pengertian rekam medis sebagai berikut.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang rekam medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan. Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang
dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan
dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

Rekam medis memiliki berfungsi sebagai bagian penyimpanan data pasien dan pemeliharaan dokumen tersebut. Sesuai dengan pendapat di atas, Murdani (2007:35) menjelaskan tentang fungsi umum rekam medis berikut ini.

Kegunaan rekam medis secara umum adalah sebagai berikut:7,8
a. Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga ahli lainnya yang ikut ambil bagian didalam memberikan pelayanan, pengobatan, perawatan kepada pasien.
b. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada pasien.
c. Sebagai dasar didalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien.
d. Sebagai bahan yang berguna untuk analisis, penelitian dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.
e. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
f. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan selama  pasien berkunjung/ dirawat di rumah sakit.
g. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta bahan pertanggungjawaban dan laporan.
h. Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan.

Kebutuhan rekam medis di Indonesia semakin meningkat, Wardanis (2018:55) memberikan pernyataan mengenai kebutuhan tenaga perekam medis sebagai berikut.

Peningkatan kebutuhan pelayanan berkas rekam medis dapat meningkatkan beban kerja yang dialami oleh tenaga rekam medis. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu perhitungan beban kerja objektif sehingga dapat diketahui jumlah tenaga yang dibutuhkan. Pengukuran beban kerja dapat dilakukan secara subjektif dan juga objektif. Beban kerja subjektif adalah ukuran yang umumnya digunakan dalam menjawab tentang persepsi terhadap beban kerja, tekanan dan kepuasan kerja yang dilihat berdasarkan beban kerja fisik, mental dan sosial. Sedangkan beban kerja objektif merupakan beban kerja yang diukur secara nyata sesuai dengan keadaan di lapangan. Beban kerja objektif diukur berdasarkan keseluruhan waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas atau pekerjaan (Setiawan& Wulandari, 2016).

Dalam pelayanannya, rekam medis sangatlah penting, sehingga tata letak ruang untuk petugas rekam medis pun sangatlah penting, Antoni, Hendrawi, dan Sukmasari (2014:14) menyatakan bahwa “Tujuan strategi tata letak adalah untuk membangun tata letak yang ekonomis yang memenuhi kebutuhan persaingan perusahaan”. Rekam medis memiliki beberapa beberapa tugas yang harus dilaksanakan, anatara lain filling, assembling, coding, dan lain-lain. Pembagian tugas petugas rekam medis dikemukakan oleh Amalia (2016:4) adalah sebagai berikut.

Adapun jenis pelayanan unit rekam medis yang ada di rumah sakit antara
lain Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Inap (TPPRI),Tempat Pendaftaran Pasien Rawat
Jalan (TPPRJ),Tempat Pendaftaran Pasien Gawat Darurat (TPPGD),Unit Rawat Inap
(URI), Unit Rawat Jalan (URJ), Unit Gawat Darurat (UGD),Instalasi Pemeriksaan
Penunjang (IPP), Assembling, Koding/Indeksing, Filing, dan Analising/Reporting.

Filing merupakan salah satu tugas perekam medis yang berhubungan dengan penyimpanan dokumen pasien. Dokumen tersebut berisi riwayat penyakit yang bersifat rahasia. Arti kata rahasia yakni informasi penyakit tersebut tidak untuk diketahui oleh orang lain selain pihak yang bersangkutan, untuk menjamin keamanan dokumen rekam medis yang disimpan, diperlukan ketentuan peminjaman agar dokumen tersebut diketahui keberadaan dokumen dan siapa peminjam dokumen tersebut (Sari, 2015:2 ).  Selain filling, rekam medis juga memiliki tugas lain yaitu kodefikasi. Kodefikasi berhubungan dengan pembayaran biaya rawat inap pasien. Pujihastuti dan Sudra (2013:60) menyatakan bahwa “Keakuratan kode diagnosis dan tindakan sangat mempengaruhi kualitas data statistik penyakit dan masalah kesehatan, serta pembayaran biaya kesehatan dengan sistem case-mix. Kode diagnosis yang tidak akurat akan menyebabkan data tidak akurat. Kode yang salah akan menghasilkan tarif yang salah”. Menurut Giyana (2012:5) memberikan penjelasan mengenai proses pendataan dokumen pasien di rumah sakit, yaitu sebagai berikut.

Petugas di masing-masing bagian sudah mengerti tentang alur di masing-masing bagian rekam medis mulai dari assembling, koding&indeksing, filling dan
analising/reporting. Pertama kali dokumen masuk ke unit rekam medis di bagian
assembling, dari bagian assembling di analisis kualitas dan kuantitas untuk melihat kelengkapan dan ketepatan waktu dokumen rekam medis, jika ditemukan dokumen rekam medis belum lengkap dikembalikan ke yang bersangkutan seperti dokter. Dokumen diletakkan dibagian poliklinik untuk dilengkapi setelah lengkap dokumen diserahkan ke bagian koding untuk diberi kode sesuai dengan kode penyakit, operasi, tindakan sesuai buku ICD-10 setelah selesai pengkodingan kemudian masukkan ke indeks komputer dikelompokkan berdasarkan abjad dan dicetak setiap bulan. Dokumen rekam medis masuk ke bagian filling untuk disimpan dengan metode nomer akhir (terminal digith filling). Proses selanjutkan data dari koding&indeksing masuk ke bagian pelaporan, sebagai salah satu data yang digunakan untuk membuat laporan.

Dalam proses dokumentasi informasi mengenai penyakit pasien, petugas rekam medis bekerja sama dengan dokter. Pendataan infromasi tersebut haruslah akurat. Pendataan tersebut harus sesuai dengan standar minimum pencatatan dokumen rekam medis. Petugas rekam medis harus mengkaji data rekam medis pasien, untuk menemukan kekeliruan atau adanya kesalahan dari pencatatan yang tidak sesuai dengan standar minimum (Sugiyanto, 2005:3).

            Rekam medis juga berhubungan dengan hukum. Fuzyah (2015:2) menyatakan bahwa rekam medis merupakan bukti tertulis terhadap pelayanan atau perawtan pasien, juga dapat melindungi pasien atau pihak-pihak bersangkutan terhadap hukum terhadap suatu hal yang tidak diinginkan mengenai rekam medis itu sendiri. Dokumen rekam medis yang tercantum haruslah akurat dan lengkap, karena kelengkapan dokumen tersebut dapat memengaruhi akreditasi rumah sakit. Sari (2016:4) memberikan penjelasan mengenai kualitas rumah sakit dan hubungannya dengan dokumen rekam medis sebagai berikut.

Kelengkapan dokumen rekam medis akan berpengaruh pada penilaian akreditasi rumah sakit, sehingga dokumen rekam medis pasien harus diisi dengan lengkap. Untuk menaikkan standar atau mutu rumah sakit yang diakui secara nasional maka harus sudah terakreditasi. Akreditasi rumah sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah pada manajemen rumah sakit, karena telah memenuhi standar yang ditetapkan. Tujuannya adalah menentukan apakah rumah sakit tersebut memenuhi standar yang dirancang untuk memperbaiki keselamatan dan mutu pelayanan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa rekam medis memiliki peran penting dalam pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit.

 

Daftar Rujukan

 

Amalia, Fadhila Riska. 2016. ANALISIS PELAKSANAAN RETENSI DAN PENYIMPANAN DOKUMEN REKAM MEDIS INAKTIF FILING RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SEMARANGTAHUN 2016,  (http://mahasiswa.dinus.ac.id/docs/skripsi/jurnal/19238.pdf  ) diakses tanggal 13 September 2018.

Antoni Aris, Hendrawi M. Mun’im, Sukmasari Ulfah. 2014. Tinjauan Tata Letak Ruang Guna Kelancaran Proses Pelayanan Rekam Medis di UKRM BLUD RSU Banjarbaru Tahun 2014,  (http://journal.stikeshb.ac.id/index.php/jurkessia/article/view/53  ) diakses tangal 13 September 2018.

Fuzyah, Alika. 2015. ANALYSIS OF THE FACTORS OBSTACLES TO THE IMPLEMENTATION OF THE VALUE OF DRM IN THE FILINGS IN-PATIENTIN RSUD DR .M ASHRI PEMALANG YEARS 2015, ( http://eprints.dinus.ac.id/17360/  ) diakses tanggal 13 September 2018.

Giyana, Frenti. 2012. ANALISIS SISTEM PENGELOLAAN REKAM MEDIS RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG,  Jurnal Kesehatan Masyarakat  Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, : 48 -61.

Murdani, Eti. 2007. PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI REKAM MEDIS RAWAT JALAN UNTUK MENDUKUNG EVALUASI PELAYANAN DI RSU BINA KASIH AMBARAWA, (http://eprints.undip.ac.id/17431/  ) diakses tanggal 14 September 2018.

Pujihastuti Antik, Sudra Rano Indradi. 2013.  HUBUNGAN KELENGKAPAN INFORMASI DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS DAN TINDAKAN PADA DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP, (http://jmiki.aptirmik.or.id/index.php/jmiki/article/viewFile/25/11) diakses tangal 13 September 2018 .

Samsuhidadjat, Alwy Sabir. 2006. MANUAL REKAM MEDIS, (http://gamel.fk.ugm.ac.id/pluginfile.php/48290/mod_resource/content/1/62_MANUAL_REKAM_MEDIS.pdf  ) diakses tanggal 13 September 2018.

Sari, Dewi Indah. 2015.  TINJAUAN PELAKSANAAN PEMELIHARAAN DOKUMEN REKAM MEDIS DI RUANG FILING RSU RA KARTINI TAHUN 2015, (http://eprints.dinus.ac.id/17463/  ) diakses tanggal 13 September 2018.

Sari, IDM Ayu Oktavika. 2016. TINJAUAN PELAKSANAAN RETENSI DENGAN STANDAR AKREDITASI KARS MKI 12 DI FILING RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG TAHUN 2016, (http://eprints.dinus.ac.id/20239/   ) diakses tanggal 13 September 2018.

Sugiyanto, Zaenal. 2005. ANALISIS PERILAKU DOKTER DALAM MENGISI KELENGKAPAN DATA REKAM MEDIS LEMBAR RESUME RAWAT INAP DI RS UNGARAN TAHUN 2005, (http://eprints.undip.ac.id/4397/ ) diakses tanggal 14 September 2018.

Wardanis, Dwi Trisana. 2018. ANALISIS BEBAN KERJA TENAGA REKAM MEDIS RUMAH SAKIT BEDAH SURABAYA MENGGUNAKAN METODE FTE, Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 6 Nomor 1 Januari – Juni 2018, : 1-8.