ismiyuniardwinanda2000@gmail.com
Fraud merupakan tindakan curang yang dilakukan secara sengaja untuk meraih keuntungan. Pengertian lain fraud yang terdapat di kamus bahasa
Inggris-Indonesia (Echols, 1989) dalam jurnal yang ditulis oleh Urip dan
Yohanes (2008:27), “Fraud berarti (1)
penipuan, (2) seorang penipu atau gadungan, (3) kecurangan, (4) penggelapan”.
Dalam artikel ini, fraud yang
dimaksud yaitu fraud dalam bidang
rekam medis.
“Fraud
dalam layanan kesehatan adalah suatu bentuk upaya yang secara sengaja dilakukan
dengan menciptakan suatu manfaat yang tidak seharusnya dinikmati oleh individu
atau institusi dan dapat merugikan pihak lain” (Ika, 2014:186). Contoh fraud dalam pelayanan kesehatan yang
biasa terjadi yaitu berkaitan dengan jaminan atau asuransi yang disediakan oleh
pemerintah, sehingga apabila disalahgunakan dapat fraud berpotensi merugikan
dana kesehatan negara dan menurunkan mutu layanan kesehatan.
Menurut Putri (2018), “Secara umum ada lima jenis
kecurangan yang biasa terjadi dalam layanan kesehatan, yaitu:
1.
Upcoding
– kode diagnosa dan pelayan dibuat lebih kompleks dari sebenarnya yang
dikerjakan. Contohnya, seorang pasien dengan DM tipe2 di-coding dengan DM tipe
2 dengan berbagai komplikasi.
2.
Phantom
billing – RS membuat suatu tagihan yang sebenarnya tak ada pelayanannya.
3.
Inflated
bills – Tindakan yang membuat tagihan di RS menjadi membengkak
4.
Cancelled
service – melakukan pembatalan sebuah layanan, namun layanan tersebut tetap
ditagihkan.
5.
Perawatan
yang tak diperlukan – RS melakukan layanan kesehatan yang tak dibutuhkan
pasien. Contoh: pasien harus dioperasi usus buntu padahal tak memerlukannya”.
Fraud ini diksi aksi pencari sensasi, maka dari
itu Fraud perlu solusi sebelum
menjadi basi. Jangan biarkan fraud
ini terus terusan menjadi budaya, maka dari itu pula fraud perlu ditiadakan dan dicegah sedini mungkin.
Adapun fraud
di bidang rekam medis yaitu “upcoding”. Upcoding merupakan penulisan kode
diagnosis yang berlebihan dan ini merupakan salah satu bentuk kecurangan/ fraud yang sangat rawan dilakukan. Upcoding
juga bisa dikatakan sebagai tindakan penetapan kode
diagnosa dan pelayanan yang dibuat lebih kompleks dari sebenarnya. Sebagai
contoh ketika seorang pasien menderita DM tipe 1, namun di-coding dengan DM
tipe 1 dengan berbagai komplikasi.
Tindakan Upcoding bisa
terjadi karna fakor internal, maupun eksternal. Faktor internal bisa karena
keinginan dari diri coder tersebut untuk melakukan kecurangan demi meraih
keuntungan, sedangkan faktor eksternal
bisa terjadi karena tekanan dari atasan yang juga menginginkan keuntungan yang
lebih.
Untuk faktor internal, bisa
diatasi sendiri oleh coder tersebut apabila seorang coder bisa bekerja secara
profesional berdasarkan etika profesi dan menjunjung tinggi moral dan
kejujuran. Sedangkan faktor eksternal yang berasal dari atasan, mungkin agak sedikit
susah untuk diatasi. Cara mengatasinya yaitu dengan keberanian dan tekad kuat
yang dimiliki oleh seorang coder untuk mengingatkan atasan bahwa tindakan
tersebut salah.
Selain itu, coder harus
dapat menerima segala konsekuensi yang didapat. Apabila nantinya pihak rumah
sakit mengeluarkan coder karena melaporkan kebenaran, maka coder harus siap
untuk dikeluarkan. Karena pada dasarnya, orang yang jujur akan sulit diterima
oleh masyarakat.
“Beda
jenis kecurangan, beda metode pencegahannya. BPJS berupaya keras untuk mencegah
Fraud dengan menerapkan sistem
berlapis mulai dari pendaftaran hingga klaim biaya. Pada dasarnya, petugas
memverifikasi data pasien atau informasi di setiap tahap pelayanan. Contohnya,
petugas akan melakukan cross check identitas pasien pada saat pendaftaran untuk
mencegah kecurangan pemakaian kartu orang lain” (Putri, 2018).
Putri
(2018) juga mengatakan bahwa, “Hal yang terpenting dalam pencegahan Fraud di industri apapun adalah
kesadaran para pemangku kepentingan untuk turut serta dalam upaya tersebut.
Sebaik apapun metode, jika pemangku kepentingan tak punya kesadaran, maka potensi
kecurangan semakin besar”.
Daftar Rujukan
Santoso, U.,
& Pambelum, Y. J. (2008). PENGARUH PENERAPAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
TERHADAP AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DALAM MENCEGAH FRAUD, 27. (http://journal.unpar.ac.id/index.php/JurnalAdministrasiBisnis/article/viewFile/363/347), diakses 2020.
Nurfarida,
I. (1989). PENGARUH POTENSI FRAUD DALAM PENERAPAN SISTEM JAMINAN KESEHATAN
NASIONAL TERHADAP MUTU LAYANAN DI RSJ DR. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG,
MALANG, 186. (https://idl-bnc-idrc.dspacedirect.org/bitstream/handle/10625/54086/IDL-54086.pdf?sequence=1&is
Allowed=y), diakses 2020.
Pertiwi,
P. (2018). 5
JENIS KECURANGAN DALAM LAYANAN KESEHATAN. (https://www.integrity-indonesia.com/id/blog/2018/09/20/5-jenis-kecurangan-dalam-layanan-kesehatan/), diakses 2020.
0 komentar:
Posting Komentar