Ayuhildaagesti8@gmail.com
Menurut
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1997:1), “awal mula penggunaan rekam
media dimulai sejak jaman batu (paleolithic) sekitar tahun 2500 SM dengan
ditemukannya lukisan purba tentang trephinasi dan amputasi di dinding gua
spanyol yang menunjukkan bahwa sejak jaman prasejarah praktek rekam medis
dilakukan bersamaan dengan praktek kedokteran. Praktek kedokteran secara ilmu
pengetahuan modern dimulai semenjak jaman Hipocrates pada tahun 460 SM.
Hipocrates merupakan bapak ilmu kedokteran yang banyak menuliskan mengenai
pengobatan, observasi penelitian yang cermat dan sampai saat ini masih dianggap
benar. Hasil rekam medis pasiennya dapat dibaca oleh para dokter sampai saat
ini dengan cermat”.
Namun
pada masa itu masyarakat masih belum sadar akan kepentingan rekam medis itu
sendiri. Hal itu sesuai dengan Depkes (1997) “semenjak masa pra
kemerdekaan, rumah sakit di Indonesia sudah melakukan kegiatan pencatatan,
hanya saja masih belum dilaksanakan dengan penataan yang baik, atau mengikuti
sistem yang benar. Penataan masih tergantung pada selera pimpinan masing –
masing rumah sakit. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 10 Tahun
1966, kepada semua petugas kesehatan diwajibkan untuk menyimpan rahasia
kedokteran, termasuk berkas rekam medis.
Saat
ini rekam medis itu sendiri akhirnya berkembang dengan sendirinya karena
kesadaran akan pentingnya dokumentasi untuk kepentingan medis, hukum,
pendidikan dan lainnya. Rumah sakit saat ini sudah diwajibkan menerapkan
prosedur pencatatan data pasien yaitu, Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
749a/Menkes/Per/XII/1989 “berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien.” Hal itu harus dijaga kerahasiaannya oleh
dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan, petugas pengelola dan pimpinan sarana
pelayanan kesehatan. Ketentuan tersebut diperkuat dengan Endang Wahyati Yustina
(2012:22) “fungsi
sosial rumah sakit merupakan bagian dari tanggung jawab yang melekat pada
setiap rumah sakit yang merupakan ikatan moral dan etik dari rumah sakit dalam
membantu pasien khususnya yang kurang atau tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan
akan pelayanan kesehatan”. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa rumah sakit
memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan yang terbaik, bermutu dan
berkualitas.
Dalam
pasal 46 ayat 1 UU No. 29/2004 dan pasal 15 ayat 1 Permenkes 256/2008
disebutkan bahwa, “setiap
dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis” ketentuan ini mewajibkan dokter untuk melengkapi dokumen rekam
medis pasien setelah pasien selesai mendapat layanan kesehatan. Penggunaan
teknologi komputer untuk penerapan sistem informasi amat diperlukan karna saat
ini untuk penggunaannya pun mudah untuk dipelajari dan digunakan. Hal ini
sesuai menurut Vitri Tundjungsari (2008:1), “kemudahan yang dihasilkan oleh
jaringan Internet telah memungkinkan dibuatnya sistem informasi kesehatan
berbasis Web yang berguna untuk mempermudah masyarakat atau pasien didalam
berkonsultasi sehingga pasien tersebut dapat mengetahui kondisi kesehatannya
tanpa perlu datang ketempat praktek dokter atau klinik untuk kasus tertentu,
seperti: darurat, konsultasi terapi,
domisili pasien yang jauh dari lokasi praktek dokter, dan lain-lain.
Dokumen
rekam medis wajib dijaga kerahasiaannya dari segala aspek hal ini diperkuat
juga oleh Hasrul Buamona (2013) “tujuan kerahasiaan dokumen rekam medis tersebut
juga untuk memberikan perlindungan tidak hanya dari aspek administrasi, aspek
medis namun yang terpenting dari aspek hukum yakni terkait dengan kedudukan
rekam medis sebagai alat bukti sesuai dengan ketentuan KUHAP pasal 184 ayat 1
huruf c”. Memang banyak keuntungan menggunakan rekam medis elektronik hal ini
sependapat dengan James Spruell, David Vicknair, Dochterman S. “dari aspek efisiensi,
penggunaan rekam medis elektronik memberikan dampak penurunan biaya operasional
dan peningkatan pendapatan di fasilitas pelayanan kesehatan terutama bagi rumah
sakit”.
Rekam
medis elektronik memudahkan pengaksesan data pasien antar para dokter dan
layanan kesehatan dalam membaca riwayat kesehatan pasien tanpa harus memeriksa
satu persatu berkas secara manual. Namun sementara itu Indonesia belum memiliki
undang-undang yang secara spesifik mengatur mengenai rekam medis elektronik,
padahal beberapa negara di dunia telah mengatur mengenai hal ini dikarenakan
keinginan setiap negara untuk melindungi privasi setiap warga negaranya
termasuk riwayat kesehatan. Hal ini diperkuat oleh USF Health bahwa “kementerian Kesehatan
Singapura mengatur tentang jangka waktu penyimpanan rekam medis pasien dalam
Guidelines for The retention Periods of Medical Records 2015 bahwa dibedakan
masa penyimpanan rekam medis bentuk online dan bentuk berkas. Setiap negara
bagian Amerika Serikat juga mempunyai aturan main tentang penyimpanan medical records
dalam Health Information Technology for Economic and Clinical Health Act) of
the American Recovery and reinvestment
art of 2009, California Confidentiality of Medical Information Act, California
Civil Code. Setelah itu Singapura mengatur undang-undang yang jelas diperkuat
oleh Ilia (2012) “pada
Desember 2012, Austria menerbitkan undang-undang yang mengatur mengenai rekam
medis elektronik yaitu Electronic Health”.
Menurut
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas undang -undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 1
dijelaskan bahwa “informasi
elektronik adalah satu atau
sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat
elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang
memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”
Menurut
Patricia A. Potter dan Perry Anne G (2009:319) “rekam medis elektronik merupakan catatan
rekam medis pasien seumur hidup pasien dalam format elektronik tentang
informasi kesehatan seseorang yang dituliskan oleh satu atau lebih petugas
kesehatan secara terpadu dalam tiap kali pertemuan antara petugas kesehatan
dengan klien. Rekam medis elektronik bisa diakses dengan komputer dari suatu jaringan
dengan tujuan utama menyediakan atau meningkatkan perawatan serta pelayanan
kesehatan yang efesien dan terpadu”.Ketentuan ini menetapkan dalam setiap
penggunaan informasi melalui media elektronik menyangkut data pribadi harus
mendapatkan persetujuan dari pihak pasien
untuk keperluan hukum, lembaga institut, pendidikan, penelitian dan
lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar