Selasa, 24 Januari 2017

TINDAKAN FRAUD PADA REKAM MEDIS, FAKTOR, DAN PENCEGAHAN



Dokumen rekam medis merupakan dokumen rekam kesehatan yang memuat informasi vital pasien dalam lingkup kesehatannya. Permenkes No. 269/MENKES/PER/III/2008 menegaskan bahwa rekam medis harus berisi informasi yang lengkap, terperinci, lengkap, dan relevan, sehingga mampu menjadi indikator pelayanan kesehatan yang diberikan pada pasien, meliputi identitas pasien, pengobatan, pemeriksan, dan tindakan – tindakan medis yang diberikan pada pasien.

Menurut Umi, Antik, dan Rohmadi (2008:18), bahwa dokumen rekam medis merupakan salah satu faktor penting dalam penyediaan informasi kesehatan yang digunakan untuk mengambil tindakan sekaligus komunikasi antar petugas pemberi layanan di bidang kesehatan. Dalam hal ini perlu memperhatikan etika dan dasar – dasar dalam pengelolaan dokumen rekam medis, khususnya bagi petugas rekam medis menyangkut nilai guna ‘legal’ pada dokumen rekam medis (Wijono:1999).

Hal ini erat kaitannya dengan mutu dan kredibilitas pelayanan rumah sakit. Tak jarang, rumah sakit seringkali tidak sadar telah melakukan tindakan kecurangan (fraud). Fraud  merupakan suatu tindakan yang dilakuan secara sengaja untuk tujuan pribadi atau kelompok, dimana tindakan yang di sengaja tersebut telah menyebabkan kerugian bagi pihak tertentu atau instansi tertentu.

Menurut Karyono (2013), fraud adalah penyimpangan dan perbuatan melanggar hukum (illegal act), yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu misalnya menipu atau memberikan gambaran keliru (mislead) kepada pihak-pihak lain, yang dilakukan oleh orang-orang baik dari dalam maupun dari luar organisasi. Kecurangan (fraud) oleh Fasilitas Kesehatan atau pemberi pelayanan kesehatan dapat dilakukan oleh dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis, tenaga kesehatan lain, dan tenaga administrasi.

Faktor – faktor pendukung fraud terbagi menjadi dua yakni faktor internal (dari dalam diri individu) dan faktor eksternal (dari luar individu/ berhubungan dengan organisasi). Faktor internal meliputi adanya niat atau keinginan, ketamakan, dan kebutuhan individu (motif). Sementara itu, faktor eksternal meliputi kesempatan (opportunity) dan pengungkapan (exposure) tindakan fraud yang masih lemah.

Di Indonesia, ulah tak bertanggung jawab yang dikenal luas sebagai fraud ini bisa terjadi dalam bentuk pemberian obat-obatan atas indikasi yang tidak jelas manfaatnya, pemeriksaan laboratorium, diagnosis atas indikasi yang tidak tepat, hingga pembengkakan biaya pengobatan akibat diagnosis palsu.

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kesehatan Universitas Gadjah Mada juga melakukan pendekatan retrospektif untuk mendeteksi fraud. PKMK melakukan audit klinis menggunakan rekam medis. Rekam medis yang diaudit adalah penyakit dan tindakan yang high cost, high volume, ataupun problem prone yang terjadi di rumah sakit. Hasil self-assessment pada tujuh rumah sakit pemerintah di pulau Jawa menunjukkan memang ada potensi fraud dalam layanan kesehatan di Indonesia. Modus yang potensi penggunaannya hingga 100 persen adalah upcoding, yakni diagnosis atau prosedur pelayanan yang diklaim dibuat lebih kompleks dan lebih mahal daripada yang sebenarnya, sehingga nilai klaim menjadi lebih tinggi ketimbang yang seharusnya. Laporan self-assessment ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah untuk mengembangkan sistem anti-fraud yang lebih baik.

Gejala fraud dapat diketahui dan dilakukan pencegahannya sedini mungkin dengan cara sedehana: deteksi dini potensi fraud. Salah satu bahan deteksi potensi fraud adalah berkas rekam medis.dalam pelayanan kesehatan dapat terjadi fraud (kecurangan). Rekam medis merupakan bukti tertulis pelayanan kesehatan. Data – data dari rekam medis dapat ditelusuri untuk  menggali potensi terjadinya kecurangan pada pelayanan kesehatan.

Untuk menyikapi hal tersebut telah keluar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2015 tentang pencegahan kecurangan alias fraud dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Peraturan ini telah memuat unsur pelaku fraud dan jenis-jenis potensi kecurangan yang terjadi pada layanan kesehatan primer serta kesehatan rujukan. Namun masih diperlukan peraturan yang dapat memberi efek jera bagi pelaku fraud, misalnya dengan mencabut izin profesi.

Setelah aturan yang komprehensif dan sanksi tegas diterapkan, pada sisi pelaksana, para petugas klaim dan penyelenggara fasiltas layanan kesehatan seharusnya memahami secara baik modus-modus fraud dan cara pencegahannya. Dengan demikian, mereka secara aktif bisa mencegah upaya manipulasi jaminan kesehatan.

Di luar itu, pemerintah perlu mengembangkan dan terus mengkampanyekan budaya anti- fraud. Demi mendukung upaya-upaya penindakan, sebaiknya Kementerian Kesehatan membuat saluran untuk melaporkan fraud, memanfaatkan electronic medical record rumah sakit untuk mendeteksi kecurangan yang terjadi pada fasilitas layanan kesehatan, serta menjalin kemitraan dengan penegak hukum untuk menindak pelaku fraud.Solusi yang dapat diterapkan oleh sarana pelayanan kesehatan diantaranya:

1.      Rumah Sakit harus mulai mempelajari perhitungan unit cost pelayanan kesehatan masing-masing diagnosis, sehingga tidak selalu berfikir bahwa dengan ikut dalam program akan merugi.

2.      Pihak Kemenkes beserta Regulator lain segera membuat sistem dan pedoman pencegahan dan deteksi fraud pada pelayanan kesehatan dalam bentuk UU disertai sanksi.

3.      Menumbuhsuburkan kembali rasa cinta tanah air dan nasionalisme di kalangan para praktisi kesehatan.

4.      Menanamkan kembali etika-etika moral yang baik bagi penyelenggara, peserta dan semua yang terlibat dalam pelayanan kesehatan.

5.      Meningkatkan profesionalisme Coder secara umum di Indonesia melalui diklat atau ‘workshop’ yang diadakan oleh organisasi profesi nasional / internasional.

6.      Melakukan monitoring dan audit untuk coding oleh pihak internal RS atau pihak independent untuk meningkatkan kualitas coding dan coder.

7.      Meningkatkan sosialisasi kepada saryankes mengenai penerapan sistem casemix serta up-date perubahannya.

Daftar Rujukan

Karyono. 2013. Forensic Fraud. Yogyakarta: ANDI.

drg. Puti Aulia Rahma, M. (2016). [Edukasi] Manfaatkan Rekam Medik untuk Deteksi Potensi Fraud. Retrieved from Mutu Pelayanan Kesehatan: Dresselhaus TR, Luck J, Peabody JW; The ethical problem of false positives: a prospective evaluation of physician reporting in the medical record; Journal of Medical Ethics 2002; 28:291-294; http://jme.bmj.com/content/28/5/291.full

Hasri, E. T. (2019). Fraud Rongrong Mutu Layanan Kesehatan. Retrieved from Kebijakan Kesehatan Indonesia: https://kebijakankesehatanindonesia.net/25-berita/berita/2491-fraud-rongrong-mutu-layanan-kesehatan

Mekari. (2018). Mengenal Istilah Fraud Kecurangan dalam Akuntansi. Retrieved from A Jurnal: https://www.jurnal.id/id/blog/2018-mengenal-istilah-fraud-kecurangan-dalam-akuntansi/

Peraturan Menteri Kesehatan No.269. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan No.269 PER/III/2008 tentang Rekam Medis. Retrieved September 10, 2018

Pujihastuti, A., Werdikesni, U., & Rohmadi. (2008). Tinjauan Penggunan Dokumen Rekam Medis Di Bagian Filing Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-9551, VOL.II, NO.1, MARET 2008, 18-35

Riadi, M. (2019 , Maret 02 ). Pengertian, Jenis dan Pencegahan Fraud. Retrieved from Kajian Pustaka.com: https://www.kajianpustaka.com/2019/03/pengertian-jenis-dan-pencegahan-fraud.html

 Wiyono, D. (1999). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Retrieved September 12, 2018

 

 

0 komentar:

Posting Komentar