Pelantikan Ikarema

Hai guys, welcome to our blog. Today we will talk about “What is IKAREMA?

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sabtu, 23 November 2019

PERKEMBANGAN REKAM MEDIS

Ayu Hilda Agesti A
Ayuhildaagesti8@gmail.com



Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1997:1), “awal mula penggunaan rekam media dimulai sejak jaman batu (paleolithic) sekitar tahun 2500 SM dengan ditemukannya lukisan purba tentang trephinasi dan amputasi di dinding gua spanyol yang menunjukkan bahwa sejak jaman prasejarah praktek rekam medis dilakukan bersamaan dengan praktek kedokteran. Praktek kedokteran secara ilmu pengetahuan modern dimulai semenjak jaman Hipocrates pada tahun 460 SM. Hipocrates merupakan bapak ilmu kedokteran yang banyak menuliskan mengenai pengobatan, observasi penelitian yang cermat dan sampai saat ini masih dianggap benar. Hasil rekam medis pasiennya dapat dibaca oleh para dokter sampai saat ini dengan cermat”.

Namun pada masa itu masyarakat masih belum sadar akan kepentingan rekam medis itu sendiri. Hal itu sesuai dengan Depkes (1997) “semenjak masa pra kemerdekaan, rumah sakit di Indonesia sudah melakukan kegiatan pencatatan, hanya saja masih belum dilaksanakan dengan penataan yang baik, atau mengikuti sistem yang benar. Penataan masih tergantung pada selera pimpinan masing – masing rumah sakit. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1966, kepada semua petugas kesehatan diwajibkan untuk menyimpan rahasia kedokteran, termasuk berkas rekam medis.

Saat ini rekam medis itu sendiri akhirnya berkembang dengan sendirinya karena kesadaran akan pentingnya dokumentasi untuk kepentingan medis, hukum, pendidikan dan lainnya. Rumah sakit saat ini sudah diwajibkan menerapkan prosedur pencatatan data pasien yaitu, Menurut Peraturan Menteri Kesehatan 749a/Menkes/Per/XII/1989 “berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.” Hal itu harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Ketentuan tersebut diperkuat dengan Endang Wahyati Yustina (2012:22) “fungsi sosial rumah sakit merupakan bagian dari tanggung jawab yang melekat pada setiap rumah sakit yang merupakan ikatan moral dan etik dari rumah sakit dalam membantu pasien khususnya yang kurang atau tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan”. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa rumah sakit memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan yang terbaik, bermutu dan berkualitas.

Dalam pasal 46 ayat 1 UU No. 29/2004 dan pasal 15 ayat 1 Permenkes 256/2008 disebutkan bahwa, “setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis” ketentuan ini mewajibkan dokter untuk melengkapi dokumen rekam medis pasien setelah pasien selesai mendapat layanan kesehatan. Penggunaan teknologi komputer untuk penerapan sistem informasi amat diperlukan karna saat ini untuk penggunaannya pun mudah untuk dipelajari dan digunakan. Hal ini sesuai menurut Vitri Tundjungsari (2008:1), “kemudahan yang dihasilkan oleh jaringan Internet telah memungkinkan dibuatnya sistem informasi kesehatan berbasis Web yang berguna untuk mempermudah masyarakat atau pasien didalam berkonsultasi sehingga pasien tersebut dapat mengetahui kondisi kesehatannya tanpa perlu datang ketempat praktek dokter atau klinik untuk kasus tertentu, seperti: darurat, konsultasi  terapi, domisili pasien yang jauh dari lokasi praktek dokter, dan lain-lain.

Dokumen rekam medis wajib dijaga kerahasiaannya dari segala aspek hal ini diperkuat juga oleh Hasrul Buamona (2013) “tujuan kerahasiaan dokumen rekam medis tersebut juga untuk memberikan perlindungan tidak hanya dari aspek administrasi, aspek medis namun yang terpenting dari aspek hukum yakni terkait dengan kedudukan rekam medis sebagai alat bukti sesuai dengan ketentuan KUHAP pasal 184 ayat 1 huruf c”. Memang banyak keuntungan menggunakan rekam medis elektronik hal ini sependapat dengan James Spruell, David Vicknair, Dochterman S. “dari aspek efisiensi, penggunaan rekam medis elektronik memberikan dampak penurunan biaya operasional dan peningkatan pendapatan di fasilitas pelayanan kesehatan terutama bagi rumah sakit”.

Rekam medis elektronik memudahkan pengaksesan data pasien antar para dokter dan layanan kesehatan dalam membaca riwayat kesehatan pasien tanpa harus memeriksa satu persatu berkas secara manual. Namun sementara itu Indonesia belum memiliki undang-undang yang secara spesifik mengatur mengenai rekam medis elektronik, padahal beberapa negara di dunia telah mengatur mengenai hal ini dikarenakan keinginan setiap negara untuk melindungi privasi setiap warga negaranya termasuk riwayat kesehatan. Hal ini diperkuat oleh USF Health bahwa “kementerian Kesehatan Singapura mengatur tentang jangka waktu penyimpanan rekam medis pasien dalam Guidelines for The retention Periods of Medical Records 2015 bahwa dibedakan masa penyimpanan rekam medis bentuk online dan bentuk berkas. Setiap negara bagian Amerika Serikat juga mempunyai aturan main tentang penyimpanan medical records dalam Health Information Technology for Economic and Clinical Health Act) of the American Recovery  and reinvestment art of 2009, California Confidentiality of Medical Information Act, California Civil Code. Setelah itu Singapura mengatur undang-undang yang jelas diperkuat oleh Ilia (2012) “pada Desember 2012, Austria menerbitkan undang-undang yang mengatur mengenai rekam medis elektronik yaitu Electronic Health”.

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas undang -undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 1 dijelaskan bahwa “informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”

Menurut Patricia A. Potter dan Perry Anne G (2009:319) “rekam medis elektronik merupakan catatan rekam medis pasien seumur hidup pasien dalam format elektronik tentang informasi kesehatan seseorang yang dituliskan oleh satu atau lebih petugas kesehatan secara terpadu dalam tiap kali pertemuan antara petugas kesehatan dengan klien. Rekam medis elektronik bisa diakses dengan komputer dari suatu jaringan dengan tujuan utama menyediakan atau meningkatkan perawatan serta pelayanan kesehatan yang efesien dan terpadu”.Ketentuan ini menetapkan dalam setiap penggunaan informasi melalui media elektronik menyangkut data pribadi harus mendapatkan persetujuan dari pihak pasien  untuk keperluan hukum, lembaga institut, pendidikan, penelitian dan lainnya.

Rabu, 04 September 2019

PENTINGNYA KEAKURATAN PENGKODINGAN DIAGNOSIS PENYAKIT

Anjas Rama Rakasiwi
Anjasrama1999@gmail.com

 


        Keakuratan pengkodingan penyakit sangatlah penting. Arsil (2006)menyatakan“rekam medis ber manfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan dan tindakan medis. Rekm medis wajib diisi yang lengkap dan akurat untuk setiap pasien, setiap dokter dan dokter gigi dengan benar, lengkap dan tepat waktu”. Lain lagi menurut Siti (2011) “dalam hal pengodean, dokter dan petugas koding mempunyai peranan penting dalam keberhasilan pengkodean diagnosis,Ketidakakuratan bisa dikarenakan dokter dalam menulis diagnosis tidak jelas atau sulit dibaca”. “ faktor yang menyebabkan terjadinya ketidaklengkapan dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap dari aspek sumber daya manusia dan aspek prosedur pelaksanaan. Dari aspek sumber daya manusia terdiri dari tingkat kedisiplinan dokter dalam pengisian dokumen rekam medis, kurangnya tanggung jawab perawat dalam pengisian dokumenrekam medis” pendapat dari Izha (2008).

            Suci (2011) mengungkapkan “pada hakekatnya rekam medis merupakan sumber data yang dapatdimanfaatkan untuk berbagai macam kepentingan. Untuk data denganidentitas (by name data), pada ayat (1) huruf c yang menyebutkan identitas pasien harusmendapat persetujuan secara tertulisdari pasien atau ahli warisnya”. Budi (2012) berpendapat bahwa “sistem penomoran dokumen rekam medis bertujuan untuk memberi identitasdokumen rekam medis seorang pasien agartidak tertukar dengan dokumen rekam medis pasien lain”. “informasi penunjang adalah Informasi yang sangat penting untuk menentukan keakuratan kode, semakin lengkap informasi yang dapat dibaca oleh koder maka semakin tepat dan akurat sebuah kode yang dihasilkan” Yenny (2015). “ berdasarkan hasil survey pendahuluan terhadap 10 dokumen rekam medis dengan diagnosis fracture humerus di RSUD dr. Moewardi tahun 2013-2015 menunjukan bahwa 30% lengkap dan 70% tidak lengkap yaitu 40% tidak terdapat keterangan open / closed fracture dan 30% tidak terdapat lembar anamnesa” Pendapat dariNinawati (2015).Menurut Bambang (2015) “hasil penelitian menunjukan bahwa dokumen lengkap terdapat 54 DRM (85,72%) dan dokumen tidak lengkap 17 DRM (23,94%), kelengkapan tertinggi pada keterangan multiple fracture yaitu 70 DRM (98,59%) dan terendah pada keterangan jenis fracture yaitu 61 DRM (85,92%). Sedangkan untuk keakuratan, kode akurat sebanyak 24 DRM (33,80%) dan kode tidak akurat 47 DRM (66,20%)”.

            Menurut frenti (2012) “koding&indeksing adalah kekurangan tenaga, tulisan yang tdak jelas, singkatan yang tidak baku dan data yang tidak akurat. Ia mengatakan lama waktu yang dibutuhkan untuk menganalisis kelengkapan dokumen dibutuhkan waktu yang cukup lama seharusnya berapa menit menganalisis berapa dokumen tapi dikarenakan masih ada dokumen yang tidak lengkap sehingga dibutuhkan waktu yang cukup lama dalam menganalisis dokumen rekam medis dan tidak ada standar yang ditetapkan RS”. Eti (2007) mengatakan”Bertanggung jawab terhadap kelancaran pengisian rekam

medis (status pasien) oleh dokter, mengadakan evaluasi rutin mingguan, bulanan dan tahunan agar dokumen rekam medis tidak salah pengkodingan dan akurat”. “Dalam penelitian menerangkan bahwa ketersediaan formulir yang belum baik karena terdapat penggunaan formulir yang tidak seharusnya. Hal ini mempengaruhi pengukuran ketidaklengkapan rekam medis rawat inap pada petugas pendaftaran, perawat ruangan dan dokter pengisi rekam medis. Rekam medis disebut lengkap apabila rekam medis tersebut telah berisi seluruh informasi tentang pasien sesuai dengan formulir yang disediakan, isi harus lengkap, benar dan legal, termasuk resume medis dan resume keperawatan dan seluruh hasil pemeriksaan penunjang serta telah diparaf oleh dokter yang bertanggung jawab” pendapat Gini (2013).

Daftar Rujukan 

ArsilRusli. (2006). ManuaL RekamMedis.(http://gamel.fk.ugm.ac.id/pluginfile.php/48290/mod_resource/content/1/62_MANUAL_REKAM_MEDIS.pdf) . 10 september 2018.

SitiNurulKhasanah. (2011). ANALISIS KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PPOK EKSASERBASI AKUT BERDASARKAN ICD 10 PADA DOKUMEN REKAM MEDIS PASIEN RAWAT INAP  DI RSUD SRAGEN TRIWULAN II TAHUN 2011 . (https://ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/rm/article/view/23/0). 10 September 2018.

IzhaSukmaRamadhani. (2008). FAKTOR PENYEBAB KETIDAKLENGKAPAN DOKUMEN REKAM MEDIS PASIEN RAWAT INAP DALAM BATAS WAKTU PELENGKAPAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH  Dr. MOEWARDI SURAKARTA . ( https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/33566250/37-132-1-PB.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A&Expires=1536942491&Signature=j61Pl8Ok9c0T6wyPWRKrA64u6u4%3D&response-content-disposition=inline%3B%20filename%3D82_FAKTOR_PENYEBAB_KETIDAKLENGKAPAN_DOKU.pdf) . 10 September 2018.

SuciRahmawati. (2011). TINJAUANPEMANFAATANINFORMASI REKAM MEDIS UNTUK KEBUTUHAN PENDIDIKAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2011 . (https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=TINJAUANPEMANFAATANINFORMASI+REKAM+MEDIS+UNTUK+KEBUTUHAN+PENDIDIKAN+DI+RUMAH+SAKIT+UMUM+DAERAH+DR.+MOEWARDI+SURAKARTA+TAHUN+2011++&btnG=). 10 September 2018.

Budi Riyanto. (2012). TINJAUAN PELAKSANAAN PENYIMPANAN DAN PENGAMBILAN DOKUMEN REKAM MEDIS DI BAGIAN FILING RSUD KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2012. (Https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=TINJAUAN+PELAKSANAAN+PENYIMPANAN+DAN+PENGAMBILAN+DOKUMEN+REKAM+MEDIS+DI+BAGIAN+FILING+RSUD+KABUPATEN+KARANGANYAR+TAHUN+2012+&btnG= ). 10 September 2018.

YennyAstuti Dian Rahayu. (2015). KELENGKAPAN INFORMASI PENUNJANG DALAM PENENTUAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS FRACTURE HUMERUS PASIEN RAWAT INAP DI RSUD Dr. MOEWARDI. ( https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=KELENGKAPAN+INFORMASI+PENUNJANG+DALAM+PENENTUAN+KEAKURATAN+KODE+DIAGNOSIS+FRACTURE+HUMERUS+PASIEN+RAWAT+INAP+DI+RSUD+Dr.+MOEWARDI+&btnG=). 10 September 2018.

Ninawati. (2015). KELENGKAPAN INFORMASI PENUNJANG DALAM PENENTUAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS FRACTURE HUMERUS PASIEN RAWAT INAP DI RSUD Dr. MOEWARDI. (https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=KELENGKAPAN+INFORMASI+PENUNJANG+DALAM+PENENTUAN+KEAKURATAN+KODE+DIAGNOSIS+FRACTURE+HUMERUS+PASIEN+RAWAT+INAP+DI+RSUD+Dr.+MOEWARDI+&btnG=). 10 September 2018.

Bambang Widjokongko.(2015). PREDIKSI KEBUTUHAN RAK PENYIMPANAN DOKUMEN REKAM MEDIS AKTIF DI RUMAH SAKIT UMUM JATI HUSADA KARANGANYAR TAHUN 2015. ( https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=PREDIKSI+KEBUTUHAN+RAK+PENYIMPANAN+DOKUMEN+REKAM+MEDIS+AKTIF+DI+RUMAH+SAKIT+UMUM+JATI+HUSADA+KARANGANYAR+TAHUN+2017+&btnG). 10 September 2018.

FrentiGiyana. (2012). ANALISIS SISTEM PENGELOLAAN REKAM MEDIS RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG. ( https://www.neliti.com/publications/18739/analisis-sistem-pengelolaan-rekam-medis-rawat-inap-rumah-sakit-umum-daerah-kota). 10 September 2018.

EtiMurdani (2007). PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI REKAM MEDIS RAWAT JALAN UNTUK MENDUKUNG EVALUASI PELAYANAN DI RSU BINA KASIH AMBARAWA. ( https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=PENGEMBANGAN+SISTEM+INFORMASI+REKAM+MEDIS+RAWAT+JALAN+UNTUK+MENDUKUNG+EVALUASI+PELAYANAN+DI+RSU+BINA+KASIH+AMBARAWA+++++&btnG=). 10 September 2018.

Gini Wuryandari.( 2013). PeningkatanKelengkapanRekamMedis .( http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-akk941684c4e72full.pdf). 10 September 2018.

Selasa, 09 Juli 2019

REKAM MEDIS DALAM RUMAH SAKIT

Alma Namira Salsabilah
almanamira28@gmail.com

 



Di perguruan tinggi kesehatan terkenal dengan tokoh-tokohnya yaitu dokter, perawat, bidan, dan ahli gizi. Beberapa orang jarang mengetahui bahwa di Politeknik Kesehatan Malang terdapat jurusan kesehatan terapan untuk program studi perekam medis dan informasi kesehatan. Saat ini masih tergolong jurusan baru dan memasuki tahun ke-6.

Rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran. Rumah sakit diartikan tempat pemondokan yang memberikan pelayanan medik jangka pendek dan jangka panjang yang meliputi kegiatan observasi, diagnostic, terapetik dan rehabilitasi bagi orang yang menderita sakit (Eti Murdani, 2007).

Menurut Gunawan (2011) rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan, dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan (Permenkes No.749a 1989).

Pengelolaan rekam medis di rumah sakit untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya mencapai tujuan rumah sakit, yaitu peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Waktu pengembalian berkas rekam medis yang terkait dengan kelengkapan pengisian berkas rekam medis (Frenti Giyana, 2012).

Rekam medis bertujuan untuk merencanakan dan menganalisis penyakit serta pengobatan, perawatan dan tindakan medis yang harus diberikan kepada pasien. Data rekam medis yang jelas dan lengkap akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan kesehatan masyarakat yang optimal (Konsil kedokteran Indonesia, 2006).

Informasi yang ada di dalam rekam medis wajib dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi dan tempat pelayanan kesehatan. Rahasia kedokteran tersebut dapat dibuka untuk alasan kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan, permintaan institusi/lembaga ( Firman Haji Nur Akbar, 2011).

Antik Pujihastuti dan Rano Indradi Sudra (2014) menyatakan bahwa “Keakuratan kode diagnosis dan tindakan sangat mempengaruhi kualitas data statistik penyakit dan masalah kesehatan, serta pembayaran biaya kesehatan dengan sistem case-mix. Kode diagnosis yang tidak akurat akan menyebabkan data tidak akurat. Kode yang salah akan menghasilkan tarif yang salah”.

Gunawan Susanto dan Sukadi (2011) menyatakan bahwa ”Pengembangan sistem informasi rekam medis ditujukan untuk mendukung ketersedian data informasi bagi manajemen dan pelaksana layanan serta pengembangan jaringan informasi kesehatan. Sistem ini dibangun dengan teknologi komputer berbasis web. Sistem informasi rekam medis ini dibangun dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP”.

Pengelolaan rekam medis masih menghadapi kendala yaitu dokumen rekam medis yang belum lengkap, singkatan yang tidak baku/tulisan dokter yang tidak jelas, kesalahan penempatan dokumen rekam medis, dokumen rekam medis yang belum ditempatkan di rak penyimpanan dan pelaporan yang masih telat  (Frenti Giyana, 2012).

Itulah penjelasan singkat paragraf di atas yaitu sistem informasi rekam medis yang dapat membantu dokter dan paramedis lainnya. Jadi rekam medis memiliki peranan penting dalam rumah sakit, sehingga dibutuhkan tenaga perekam medis yang cekatan, kompeten, dan teliti.

  

Daftar Rujukan

Giyana, F. (2012). Pengelolaan rekam medis. ANALISIS SISTEM PENGELOLAAN REKAM MEDIS RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG., 48.

Indonesia, K. K. (2006). Manual Rekam Medis, 5.

Murdani, E. (2007). Pengertian Rumah Sakit. PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI REKAM MEDIS, 12.

Nur, F. H. (2011). Informasi Rekam Medis.

Pujihastuti, A., & Sudra, R. I. (2014). Pengaruh Rekam Medis.

Susanto, G., & Sukadi. (2012). Sistem Informasi Rekam Medis. Sistem Informasi Rekam Medis Pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), 2.

 

 

 

 

 

Kamis, 02 Mei 2019

PENTINGNYA TEKNOLOGI DAN SISTEM INFORMASI DALAM REKAM MEDIS

Alhimny Yusril Huda
alhimnyyusril12@gmail.com


 

            Sistem Informasi dan teknologi rekam medis sangat penting dalam dunia kesehatan. (Susanto:2011) menyatakan “Sistem informasi rekam medis dapat digunakan sebagai sarana penyedia layanan dan informasi bagi penggunanya baik untuk dokter, paramedis, karyawan, dan pasien rumah sakit dimanapun dan kapanpun mereka berada, sehingga bisa mendapatkan informasi akurat karena informasi yang tersedia senantiasa terbaharui”.

            Menurut (Triyanto:2014) “Perangkat analisis yang dibangun dilekatkan pada sistem informasi enterprise, berfungsi sebagai fitur tambahan yang dapat digunakan oleh stake holder untuk menganalisis dan mengukur proses-proses bisnis yang berjalan”.

            Menurut (Purba:2016) “Dunia medis atau sektor kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat potensial untuk dapat diintegerasikan dengan kehadiran teknologi informasi”.

            Andriani (2017) menyatakan “Rekam Medis Elektronik (RME) merupakan sistem informasi kesehatan terkomputerisasi yang berisi data sosial dan data medis pasien, serta dapat dilengkapi dengan sistem pendukung keputusan. RME dapat membantu manajemen pelayanan kesehatan pasien dengan lebih baik”.

            “Teknologi informasi merupakan salah satu tekhnologi yang  sedang berkembang pesat contohnya penggunaan komputer sebagai salah satu sarana penunjang dalam sistem informasi dapat memberikan hasil yang lebih baik untuk output sebuah sistem” (Saputra:2017).

            Menurut (Yuliartanto:2014) “Pengembangan sistem informasi sebagai sarana pencatatan rekam medis digital dapat mengurangi tenaga yang dibutuhkan secara signifikan, mempercepat pengolahan rekam medis dan mengurangi tempat yang dialokasikan untuk menyimpan ribuan kertas rekam medis”.

            “Pengembangan sistem informasi rekam medis ditujukan untuk mendukung ketersedian data informasi bagi manajemen dan pelaksana layanan serta pengembangan jaringan informasi kesehatan” (Susanto:2012).

            Kegunaan sistem informasi rekam medis rawat inap rumah sakit yaitu seluruh pihak rumah sakit akan dapat dengan mudah, cepat, akurat” (Putri:2013).

            Erawatini (2013)  menyatakan “Manfaat yang dirasakan setalah penggunaan rekam medis elektronik adalah meningkatkan ketersediaan catatan elektronik pasien di rumah sakit. Hal ini juga bermanfaat bagi pasien karena meningkatkan efisiensi dalam proses pelayanan kesehatan”.

            Sistem Informasi Rekam Medis guna meningkatkan kualitas dan mutu

pelayanan di Puskesmas” (Supriyanto:2012).

            Dapat disimpulkan bahwa sistem informasi dan teknologi rekam medis sangat dibutuhkan dalam kesehatan, terutama dalam rumah sakit dan puskesmas. Dengan adanya sistem informasi dan teknologi rekam medis dapat memudahkan, mempercepat input dan keamanan penyimpanan data dalam database.

 

DAFTAR RUJUKAN

 

Susanto,G., Sukadi.2011. Sistem Informasi Rekam Medis Pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pacitan Berbasis Web Base. Journal Speed – Sentra Penelitian Engineering dan Edukasi, 3(4):1-24.

 

Andy,P. T.2014. PERANCANGAN SISTEM INFORMASI ENTERPRISE  PADA RUMAH SAKIT AISYIYAH PONOROGO. Directory of Access Open Journal:1-14.

 

Purba Imelda Rizky, Purnawan I Ketut Adi Purnawan, Sasmita I Gusti Made Arya Sasmita.2016. SISTEM ANTREAN PELAYANAN MEDIS PRAKTIK DOKTER BERSAMA BERBASIS WEB. MERPATI. 4(3):1-11.

 

Andriani Rika, Kusnanto Hari, Istiono Wahyudi.2017. ANALISIS KESUKSESAN IMPLEMENTASI REKAM MEDIS ELEKTRONIK DI RS UNIVERSITAS GADJAH MADA. Jurnal Sistem Informasi (Journal of Information Systems).2(13):1-17.

 

Saputra Dharmawan Dwi, Sudarmaji.2017. PEMODELAN SISTEM APLIKASI PENGOLAHAN DATA PASIEN PADA  RUMAH SAKIT ISLAM KOTA METRO LAMPUNG. Directory of Access Open Journal:1-17.

 

Yuliartanto Purnaresa, Rochim Adian Fatchur, Windasari Ike Pertiwi.2014. PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI REKAM MEDIS UNTUK DINAS KABUPATEN GROBOGAN. Directory of Access Open Journal:1-17.

 

Susanto Gunawan, Sukadi.2011. Sistem Informasi Rekam Medis Pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pacitan Berbasis Web Base. Journal Speed – Sentra Penelitian Engineering dan Edukasi, 3(4):1-24.

 

Putri Nunik Srikandi, Rochim Adian Fatchur, Windasari Ike Pertiwi.2013. PERANCANGAN SISTEM INFORMASI REKAM MEDIS RAWAT INAP RUMAH SAKIT BERBASIS WEB. Garuda Ristekdikti:1-13.

 

Erawatini Feby, Nugroho Eko, Sanjaya Guardian Yoki, Hariyanto Sunandar.2013. REKAM MEDIS ELEKTRONIK: TELAAH MANFAAT DALAM KONTEKS PELAYANAN KESEHATAN DASAR. Garuda Ristekdikti:1-11.

 

Supriyanto, Anwariningsih Sri Huning, Suryono.2012. SISTEM INFORMASI REKAM MEDIS PUSKESMAS JAYENGAN SURAKARTA. Garuda Ristekdikti:1-15.

Jumat, 19 April 2019

KESUKSESAN IMPLEMENTASI REKAM MEDIS ELEKTRONIK DENGAN ANALISIS KESIAPAN DOQ-IT

Ni Wayan Alik Suryani      


     

 Analisis kesiapan merupakan langkah awal dalam road map implementasi rekam medis elektronik (RME). Kesiapan adalah faktor utama yang paling penting bagi antusiasme stakeholder untuk mendapatkan yang terbaik dari pemanfaatan rekam medis elektronik (Lorenzi et al., 2009). Banyak rumah sakit di Indonesia sudah memiliki aplikasi pengembangan rekam medis elektronik, namun belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Seperti pada RSUD Kota Yogyakarta, yang sudah memiliki SIMRS namun belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Permasalahan yang terjadi adalah belum adanya rencana srategi terkait pengembangannya. Tanpa adanya perencanaan yang jelas, proses pengembangan sistem informasi di RSUD Kota Yogyakarta terkesan tambal sulam. Pengembangan rekam medis elektronik diperlukan adanya analisis terkait kesiapan organisasi rumah sakit terlebih dahulu (Pratama, 2016).

 Selain itu, terdapat juga permasalahan seperti pada Klinik Rawat Inap PKU Muhammadiyah Pakem, melalui direkturnya menyebutkan bahwa, Klinik Rawat Inap PKU Muhammadiyah Pakem akan menerapkan rekam medis elektronik pada tahun 2016. Namun, analisis kesiapan mengenai implementasi rekam medis elektronik belum pernah dilakukan. Padahal, hal ini sangat penting untuk menilai sejauh mana kesiapan di Klinik Rawat Inap PKU Muhammadiyah Pakem dalam penerapan rekam medis elektronik (Hidayat dan Sari, 2017).

 Tantangan selanjutnya dalam implementasi RME adalah dokter dan petugas belum terbiasa melakukan pencatatan secara elektronik sehingga waktu yang dibutuhkan untuk melayani pasien dengan sistem pencatatan berbasis elektronik lebih lama dibandingkan pencatatan berbasis kertas (Erawantini et al., 2012). Seperti penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada 5 pelayanan kesehatan dasar di Amerika yang diteliti oleh Pizziferri et al. (2005) bahwa dengan mengadopsi catatan kesehatan elektronik, dokter membutuhkan waktu lebih lama untuk memberikan pelayanan kesehatan pada pasien dibandingkan bila menggunakan rekam medis kertas. Implementasi rekam medis elektronik merupakan proses yang rumit dan butuh waktu bagi pengguna untuk akrab dengan sistem (Xiaoa et al., 2012).

 Padahal, rekam medis elektronik menyediakan manfaat yang luar biasa apabila dipersiapkan dengan baik. Penelitian sebelumnya oleh Silow-Carroll et al. (2012) menegaskan bahwa adopsi catatan rekam medis elektronik secara terintegrasi akan menyediakan layanan yang terkoordinasi serta berlangsung secara kontinu dan yang terpenting adalah meningkatkan kualitas pelayanan dengan penggunaan checklist, alert, dan alat-alat prediktif. 

 Hasil penelitian sebelumnya oleh Erawantini et al. (2012) menunjukkan bahwa dari segi kelengkapan, pencatatan data medis dan data sosial pada rekam medis elektronik lebih baik dibandingkan rekam medis kertas. Dengan menggunakan rekam medis elektronik, memungkinkan pengisian lebih lengkap terutama data sosial dan lebih sistematis. Dengan menggunakan rekam medis elektronik juga, pemeriksaan pada pasien menjadi lebih akurat atau sesuai dengan riwayat kesehatan sebelumnya karena data pasien tercatat dengan baik serta tidak mudah hilang. Rekam medis elektronik juga menghindari tertukarnya data pasien. Selain itu, tentunya rekam medis elektronik sangat mudah digunakan, terutama kemudahan mencari data dan riwayat pasien sehingga menghemat waktu, lebih efektif, data pasien tersimpan dengan baik dan tidak mudah hilang. Manfaat lainnya yang diperoleh adalah terintegrasinya data dalam satu repository yang memungkinkan untuk dilakukan analisis secara mudah dan cepat dalam pengambilan keputusan (Amatayakul, 2004).

 Adapun instrumen yang dapat digunakan dalam menganalisis kesiapan institusi dalam menyelenggarakan rekam medis elektronik adalah DOQ-IT. DOQ-

IT merupakan singkatan dari Doctor’s Office Quality – Information Technology. Ada empat area utama untuk menilai kesiapan dalam implementasi rekam medis elektronik yaitu budaya organisasi, manajemen dan kepemimpinan, sumber daya manusia, dan infrastruktur (DOQ-IT, 2009).

a.                   Budaya Organisasi

 Kesiapan budaya mencakup penerimaan tenaga kesehatan atas teknologi informasi. Diperlukan peningkatan pengetahuan dan kesadaran pengguna akan pentingnya rekam medis. Tenaga kesehatan harus memiliki pemahaman dan komitmen untuk pelaksanaan sesuai yang direncanakan. Perlu dilakukan motivasi kepada praktisi kesehatan untuk berkomitmen melaksanakan proses sesuai dengan perubahan alur kerja (Ghazisaeidi et al., 2014). Alur kerja yang baik yaitu berupa sistem kerja yang jelas, didukung sesuai kebutuhan pengguna. Carroll et all (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa salah satu kesuksesan dalam implementasi RME adalah dengan adanya keikutsertaan staf klinis maupun administrasi dalam proses desain dan perencanaan implementasi. Untuk menuju pada perubahan tersebut, dokter maupun staf medis perawat menyadari bahwa sebagai pengguna memiliki peran yang penting dalam memberikan masukan. 

b.                  Manajemen dan Kepemimpinan

 Kesuksesan dalam proses implementasi RME dipengaruhi oleh dukungan kepemimpinan yang kuat, keikutsertaan dari staf klinis dalam desain dan impelmentasi, proses pelatihan pada staf, serta proses perencanaan yang sesuai jadwal serta penyediaan anggaran yang memadai (Carroll et all, 2012). Peran dukungan kepemimpinan dan tata kelolanya berpengaruh pada pengembangan RME karena pemimpin merupakan jajaran tertinggi dalam pengambilan keputusan. 

 Critical element pertama untuk keberhasilan implementasi RME adalah terkait team leadership. EMR Leadership team merupakan komite yang mengkomando proses-proses dalam pengembangan. Di dalam team tersebut terdiri dari berbagai pihak interdisipliner yang bersedia meluangkan waktu untuk ikut serta dalam proses pengembangan sistem (Healtland, 2009). Diperlukan pembentukan tim eksekutif dalam perencanaa sistem yang harus benar-benar terlibat dalam semua tahap implementasi dengan menyediakan pendapat dari berbagai pengguna, inovasi, waktu dan komitmen. Selain itu juga dibutuhkan manajer yang kuat dan pemimpin senior manajer klinis dan tenaga klinis (Ghazisaeldi et al, 2013). 

c.                   Sumber Daya Manusia

 Pengembangan RME akan sangat tergantung pada sumber daya manusia (SDM) sebagai pengguna RME maupun sebagai penyusun kebijakan. Dibutuhkan pelatihan teknis bagi para tenaga medis dan para medis untuk kelancaran implementasi RME, karena kurangnya pelatihan dan dukungan teknis dapat menjadi penghalang untuk mengadopsi RME (Boonstra et al., 2010). Persiapan – persiapan, sosialisasi, dan pelatihan-pelatihan dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas staf menuju penerapan RME. Peningkatan kapasitas staf yang dilakukan dengan pelatihan dapat menambah pengetahuan, menambah keterampilan, dan merubah sikap. Pelatihan merupakan sarana mengembangkan kemampuan seseorang dalam hidup dan pekerjaannnya (Patak et al., 2014). Pelatihan juga merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan sikap, skil, dan kemampuan pegawai. Dalam pelatihan dapat diketahui kekurangan individu untuk kemudian diperbaiki (Hariandja, 2007).

d.                  Infrastruktur

 Infrastruktur yang dibangun untuk implementasi RME harus memperhatikan persyaratan untuk privasi dan keamanan, juga terkait asuransi kesehatan dan akuntabilitas. Beberapa yang bisa dirancang untuk keamanan diantaranya membentuk tim keamanan, memperhitungkan resiko, membuat kebijakan dan SOP, menerapkan kontrol, membuat pelatihan-pelatihan pendukung, dan monitoring proses (Hartley dan Jones, 2012).  

 Komponen fisik yang harus disiapkan diantaranya server, laptop (atau netbook) dan personal computer (pc), dial-up modems, wireless hardware, printer, scanner, dan mesin fax, kabel modem, digital subscribe line, dan kamera digital (sesuai kebutuhan). Layar komputer juga perlu diperhitungkan besarnya, karena bila terlalu kecil akan tidak mendukung aplikasi yang dijalankan. Perhatikan juga perusahaan pembuat hardwarenya, yang paling banyak digunakan di fasilitas kesehatan karena ini juga akan berpengaruh pada anggaran (Hartley dan Jones, 2012). Adopsi EHR secara menyeluruh memerlukan biaya yang banyak dan memerlukan proses yang panjang (Carroll et all, 2012). Untuk itu diperlukan adanya kesiapan dari sisi infrastruktur TI maupun anggarannya.

 Selain itu, perlu menyiapkan komponen teknis diantaranya adalah software, jaringan, interface, back up, dan cadangan power supply. Software yang umumnya digunakan yaitu software anti virus, enkripsi, manajemen dokumen, dan microsoft office atau sejenisnya. Mempersiapkan interface yang easy and friendly user. Tim teknis pendukung juga harus dipersiapkan untuk mengantisipasi apabila terjadi kendala di lapangan (Hartley dan Jones, 2012).


DAFTAR PUSTAKA

 

Amatayakul. 2004. A Practical Guide for Professional and Organization. Chicago: America Health Management Association.

Budi, Savitri C. 2011. Manajemen Unit Kerja Rekam Medis. Yogyakarta: Quantum Sinergis Media.

Boonstra A, Broekhuis M. 2010. Barriers to the acceptance of electronic medical records by physicians from systematic review to taxonomy and interventions. BMC Health Serv Res. 2010;10:231. doi:10.1186/14726963-10-231.

Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia Revisi II, Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.

Doctor’s Office Quality - Information Technology (DOQ-IT). EHR Assessment and Readiness Starter Assessment. DOQ-IT.

Feby Erawantini, Eko Nugroho, Guardian Yoki Sanjaya, dan Sunandar Hariyanto. 2013. Rekam Medis Elektronik: Telaah Manfaat Dalam Konteks Pelayanan Kesehatan Dasar. Politeknik Negeri Jember, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Simkes Prodi S2 IKM Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.

Ghazisaeidi M, Ahmadi M, Sadoughi F. 2014. An Assessment of Readiness for

PreImplementation of Electronic Health Record in Iran : a Practical Approach to Implementation in general and Teaching Hospitals. Acta Med Iran.

Hariandja MTE. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian Dan Peningkatan Produktivitas Pegawai. Jakarta: PT. Grasindo.

Hartley CP, Jones EDI. 2012. EHR Implementation A Step by Step Guide for the Medical Practice. 2nd ed. United States: American Medical Association.

Hidayat, Anas Rahmat. Analisis Kesiapan (Readiness Assessment) Penerapan Electronic Medical Record di Klinik Rawat Inap PKU Muhammadiyah Pakem. Yogyakarta: Permata Indonesia.

Jogiyanto, HM. 2005. Sistem Informasi Strategik: Untuk Keunggulan Kompetitif: Memenangkan Persaingan dengan Sistem Teknologi Informasi, Edisi 2. Yogyakarta: Andi.

Lorenzi NM, Kouroubali A, Detmer DE, Bloomrosen M. 2009. How to Successfully Select and Implement Electronic Health Records (EHR) in

Small Ambulatory Practice Settings. BMC Medical Informatics and

                Decision                         Making.                         Diakses                         dari

https://bmcmedinformdecismak.biomedcentral.com/articles/10.1186/14726947-9-15 pada 10 November 2019.

Patak A., Said H, Yaumi M, Ernawati A, Nur D. 2014. Integrating Knowledge Science and Religion. In: The 1st Academic Symposium on Integrating Knowledge (The 1st ASIK). Johor Malaysia: Ibnu Sina Institute for Knowledge Science and Religion.

Permenkes Nomor 269/MenKes/Per/III/2008. Rekam Medis.

Pizziferri L, Kittler AF, Volk L a, Honour MM, Gupta S, Wang S, et al. 2005. Primary care physician time utilization before and after implementation of an electronic health record: a time-motion study. Journal of biomedical informatics. Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15896691 pada 10 November 2019.

Pratama, Muhammad Hamdani. 2016. Analisis Strategi Pengembangan Rekam

Medis Elektronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kota Yogyakarta. [Skripsi]. Surakarta: FKIK UMS.

Silow-Carroll S, Edwards JN, Rodin D. 2012. Using electronic health records to improve quality and efficiency: the experiences of leading hospitals. Issue

brief (Commonwealth Fund) Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22826903 pada 10 November 2019.

Xiaoa N, Danzoc, Andrew HRR. 2012. Meaningful Use of ambulatory EMR: Does it improve the quality and efficiency of health care? Elsevier. Diakses dari http://ac.elscdn.com/S221188371200010X/1-s2.0S221188371200010Xmain.pdf?_tid=87765e3e-8cbd-11e2-

9fae00000aacb361&acdnat=1363275822_432832a4fbc2d67b6628ab21b0 b41ee 7 pada 10 November 2019.

 

 

Sabtu, 02 Maret 2019

APLIKASI REKAM MEDIS ELEKTRONIK DAN MANAJEMEN KEBENCANAAN UNTUK PENGOPTIMALAN DERAJAT KESELAMATAN PASIEN DI DAERAH RAWAN BENCANA

Nadya Anggraini



    Indonesia adalah negara yang ada di lingkaran api atau ring of fire. Kondisi ini menjadikan Indonesia memiliki potensi besar untuk bencana.. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyatakan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan mata pencaharian orang-orang yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non alam dan faktor manusia yang mengakibatkan korban manusia, kerusakan lingkungan kehilangan harta benda dan dampak psikologis. Bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam termasuk gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

    Bencana menimbulkan berbagai dampak, salah satunya pada sektor  kesehatan diantaranya terjadi potensi penyakit atau cedera sesuai dengan jenis bencana yang akan timbul. Penyakit yang biasanya terjadi selama banjir dan letusan gunung berapi terdiri dari: diare, dermatitis, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Pneumonia dan Non Pneumonia, Asma, Leptospsirosis, Gastritis, konjungtivitis, luka bakar dan trauma. penyakit yang disebabkan oleh tanah longsor dan gempa bumi tsunami adalah patah tulang, memar, sayatan, dan hipoksia. Penanggulangan korban massal dari bencana alam perlu dilakukan. 

    Terdapat tiga tahap evakuasi bencana alam, yaitu fase pencarian, fase penyelamatan korban, dan fase pertolongan pertama. Selama pencarian dan penyelamatan, para korban dicatat dalam pembicaraan triase rekam medis untuk memudahkan staf medis melakukan triase, penyitaan. Triase untuk memilih korban berdasarkan tingkat darurat untuk memberikan bantuan prioritas. Upaya yang dilakukan untuk menyelamatkan korban adalah menyelamatkan korban dan mengembalikan tingkat rasa sakit atau membunuh. Semua tindakan yang diberikan kepada pasien akan dicatat dalam rekam medis pasien bencana begitu juga dengan identitas sosial pasien. Saat ini, formulir rekam medis bencana yang digunakan masih banyak berbasis kertas. Hal ini tersebut memiliki keterbatasan dimana data pasien selama pra-bencana, tanggap darurat dan pasca-bencana belum diintegrasikan ke dalam satu dokumen. Selain itu, biaya operasional rekam medis berbasis kertas sangat mahal. 

    Perlu ada integrasi antara data rekam medis selama pra-bencana, tanggap darurat, dan pasca-bencana untuk memfasilitasi proses pencatatan rekam medis. Integrasi data rekam medis dapat dilakukan dengan mengembangkan desain aplikasi yang dapat membantu layanan untuk pemulihan kesehatan pasien (korban bencana alam). Integrasi data  medis saat bencana alam diperlukan untuk meningkatkan derajat keselamatan pasien. Karena hal tersebut munculah ide untuk membuat aplikasi JEJAK MEDIS. Aplikasi ini akan menghubungkan pengguna dengan layanan kesehatan dan layanan respons bencana, sehingga ini akan mengurangi dampak bencana yang terjadi  dan dapat meningkatkan derajat keselamatan pasien..

    JEJAK MEDIS memiliki fitur rekam medis elektronik dan manajemen kebencanaan yang diharapkan dapat memfasilitasi kegiatan pemulihan kesehatan setelah bencana alam serta meningkatkan edukasi terhadap apa saja yang harus dilakukan ketika bertempat tinggal di daerah rawan bencana. Diharapkan aplikasi ini dapat memfasilitasi petugas kesehatan dan pasien, dengan memanfaatkan fitur rekam medis elektronik yang merupakan bagian penting untuk menunag proses pelayanan kesehatan. Menggunakan aplikasi ini, petugas kesehatan yang menangani pasien selama bencana dapat merekam rekam medis pasien, yang juga dilengkapi dengan fitur pencegahan kebocoran data, yang mencakup sifat rekam medis, "Rahasia". Karena aplikasi JEJAK MEDIS akan diintegrasikan dengan Dewan Medis Indonesia (INAMC), di mana hanya petugas kesehatan yang terdaftar dapat membuka fitur rekam medis dalam aplikasi ini. Aplikasi ini akan membuat lebih mudah bagi petugas kesehatan lainnya ketika fase bencana selesai, di mana ada penyakit sedang sampai parah, memerlukan perawatan lebih lanjut dan kemungkinan penanganan petugas kesehatan selama darurat bencana. Seorang sukarelawan sehingga mereka mungkin telah kembali ke tempat asal mereka. 

    Pada fitur rekam medis elektronik, pasien  yang sebelumnya telah menggunakan aplikasi jejak medis ketika terjadi bencana dapat mengunjungi fasilitas perawatan kesehatan lain dan kemudian memberitahukan ID mereka sebagai pasien dalam aplikasi ini kepada dokter yang memeriksa rekam medis pasien. Dokter atau peraawat bisa melihat tindakan apa yang telah diambil terhadap penyakit atau cedera. berpengalaman, obat apa yang telah diberikan, dan alergi yang dialami oleh pasien yang sebelumnya telah di isi oleh petugas kesehatan yang menggunakan aplikasi ini ketika menangani pasien di lokasi bencana. Dari informasi tersebut, dokter yang akan mengobatinya dapat mempertimbangkan lebih lanjut apa tindakan selanjutnya dan tidak perlu memeriksa ulang semuanya, kecuali untuk keadaan darurat. Darurat di sini berarti ada pemeriksaan darurat. Oleh karena itu, diharapkan aplikasi ini memberikan kemudahan, efektivitas waktu, dan hasil yang optimal untuk pemulihan pasien pascabencana.

    Selain itu, aplikasi ini juga memiliki fitur manajemen bencana, fitur ini dirancang khusus untuk pengguna aplikasi ini, dengan fitur pra-bencana, tanggap darurat, dan pasca bencana yang kompatibel dengan manajemen bencana menurut Schryn (2012). Fitur Pra-bencana dalam aplikasi ini akan memberikan informasi yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan dan peringatan dini yang terintegrasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pencegahan, yaitu upaya menghilangkan atau mengurangi kemungkinan ancaman. Misalnya, dengan menanam pohon di sekitar rumah atau lingkungan lereng, membuat biopori, membuat titik-titik kumpul, cara membangun rumah yang kokoh terhadap bencana, dll. Sedangkan pada fitur tanggap bencana akan terintegrasi dengan BASARNAS untuk memberitahukan lokasi pengungsian mana yang terdekat, terdapat juga fitur tas bencana yang ketika terdeteksi terjadinya bencana aplikasi JEJAK MEDIS akan memberikan pop-up yang bersisikan infirmasi terkait barang-barang penting apa yang harus diutamakan untuk diselamatkan, yang tentunya pengguna harus memastikan dirinya dalam kondisi baik-baik saja dan mampu mempersiapkan barang-barang yang dibawa untuk mengungsi. Selanjutnya adalah fitur pasca bencana, dimana berisikan tentang informasi yang berkaitan dengan pemulihan kesehatan pasca bencana baik secara fisik maupun secara emosional, terdapat juga fitur fund raising jika ada sanak saudara maupun orang sekitar yang memerlukan bantuan untuk pemulihan keadaan pasca bencana dapat dilakukan kampanye penggalangan dana dengan aplikasi JEJAK MEDIS.

        Aplikasi JEJAK MEDIS bisa digunkan oleh orang biasa atau pasien serta petugas kesehatan yang tentunya memiliki akses terhadap fungsi fitur yang berbeda. Ketika yang mengakses adalah orang biasa, mereka hanya bisa melihat resume medis jika dibagian fitur rekam medis elektronik. Sedangkan jika yang mengakses adalah petugas kesehatan yang telah terdaftar bisa memasukan info ke fitur rekam medis pasien. Sedangkan untuk mengantisipasi tidak dapat digunakannya aplikasi ini ketika bencana yang terjadi sangat parah dan menyebabkan tidak ada akses internet untuk mengupload data pasien ke database primer, maka data akan tersimpan ke temporary database yang kemudian jika telah ada akses internet akan terupload secara otomatis.

    Hal yang mungkin terjadi juga adalah tidakmungkinan penggunaan smarthphone android (basis aplikasi ini) ketika terjadinya bencana. Maka, telah disipakan rekam medis berbasis kertas yang memiliki item data yang sama dengan aplikasi dan petugas dapat menggunakan rekam medis berbasis kertas tersebut untuk sementara. Kemudian jika sudah memungkinkan untuk mengakses aplikasi maka formulir rekam medis bencana kertas tersebut bisa langsung discan dan dimasukan ke database.

    Dari hal tersebut aplikasi JEJAK MEDIS adalah aplikasi pencatatan kesehatan alternatif dan manajemen bencana yang merupakan pertama di Indonesia.. Namun, masih ada kekurangan dari aplikasi kami, yaitu belum ada fitur dari hasil pemeriksaan atau penanganan kesehatan. Selanjutnya akan terus dilakukan upaya pengembangan aplikasi JEJAK MEDIS sehingga nantinya dapat diintegrasikan dengan BPJS Asuransi Kesehatan Nasional Indonesia. Terlepas dari kekurangan ini, aplikasi JEJAK MEDIS memiliki kelebihan tersendiri dan mengingat bahwa Indonesia termasuk wilayah rawan bencana alam dan membutuhkan upaya untuk mengurangi kerugian moral dan material, terutama yang berkaitan dengan memaksimalkan pemulihan kesehatan para korban bencana alam.

Referensi :

Lindell, Michael K, 2011, Disaster Studies, Sociopedia.isa, 1-18

Schryen, G., 2012, IS Design Thinking in Disaster Management Research, 2012

45th Hawaii International Conference on System Sciences, pp. 4102-4111, 2012

Undang-undang No. 24 tahun 2007 tentang Manajemen Bencana

 WHO, 2002, Panafrican emergency training centre, http://apps.who. int/disasters/repo/7656.pdf,(Accessed on 19/12/2018).