Dokumen rekam medis merupakan
dokumen rekam kesehatan yang memuat informasi vital pasien dalam lingkup
kesehatannya. Permenkes No. 269/MENKES/PER/III/2008 menegaskan bahwa rekam
medis harus berisi informasi yang lengkap, terperinci, lengkap, dan relevan,
sehingga mampu menjadi indikator pelayanan kesehatan yang diberikan pada
pasien, meliputi identitas pasien, pengobatan, pemeriksan, dan tindakan –
tindakan medis yang diberikan pada pasien.
Menurut Umi, Antik, dan Rohmadi
(2008:18), bahwa dokumen rekam medis merupakan salah satu faktor penting dalam
penyediaan informasi kesehatan yang digunakan untuk mengambil tindakan
sekaligus komunikasi antar petugas pemberi layanan di bidang kesehatan. Dalam
hal ini perlu memperhatikan etika dan dasar – dasar dalam pengelolaan dokumen
rekam medis, khususnya bagi petugas rekam medis menyangkut nilai guna ‘legal’
pada dokumen rekam medis (Wijono:1999).
Hal ini erat kaitannya dengan
mutu dan kredibilitas pelayanan rumah sakit. Tak jarang, rumah sakit seringkali tidak
sadar telah melakukan tindakan kecurangan (fraud).
Fraud merupakan suatu tindakan yang dilakuan secara
sengaja untuk tujuan pribadi atau kelompok, dimana tindakan yang di sengaja
tersebut telah menyebabkan kerugian bagi pihak tertentu atau instansi tertentu.
Menurut Karyono (2013), fraud adalah penyimpangan dan perbuatan
melanggar hukum (illegal act), yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan
tertentu misalnya menipu atau memberikan gambaran keliru (mislead) kepada pihak-pihak lain, yang dilakukan oleh orang-orang
baik dari dalam maupun dari luar organisasi. Kecurangan (fraud) oleh Fasilitas Kesehatan atau pemberi pelayanan kesehatan
dapat dilakukan oleh dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi
spesialis, tenaga kesehatan lain, dan tenaga administrasi.
Faktor – faktor pendukung fraud terbagi menjadi dua yakni faktor internal (dari dalam diri
individu) dan faktor eksternal (dari luar individu/ berhubungan dengan
organisasi). Faktor internal meliputi adanya niat atau keinginan, ketamakan,
dan kebutuhan individu (motif). Sementara itu, faktor eksternal meliputi
kesempatan (opportunity) dan
pengungkapan (exposure) tindakan fraud yang masih lemah.
Di Indonesia, ulah tak
bertanggung jawab yang dikenal luas sebagai fraud
ini bisa terjadi dalam bentuk pemberian obat-obatan atas indikasi yang tidak
jelas manfaatnya, pemeriksaan laboratorium, diagnosis atas indikasi yang tidak
tepat, hingga pembengkakan biaya pengobatan akibat diagnosis palsu.
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kesehatan
Universitas Gadjah Mada juga melakukan pendekatan retrospektif untuk mendeteksi
fraud. PKMK melakukan audit klinis menggunakan rekam medis. Rekam medis yang
diaudit adalah penyakit dan tindakan yang high cost, high volume, ataupun
problem prone yang terjadi di rumah sakit. Hasil self-assessment pada tujuh rumah sakit pemerintah di pulau Jawa
menunjukkan memang ada potensi fraud
dalam layanan kesehatan di Indonesia. Modus yang potensi penggunaannya hingga
100 persen adalah upcoding, yakni diagnosis atau prosedur pelayanan yang
diklaim dibuat lebih kompleks dan lebih mahal daripada yang sebenarnya,
sehingga nilai klaim menjadi lebih tinggi ketimbang yang seharusnya. Laporan
self-assessment ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah untuk
mengembangkan sistem anti-fraud yang
lebih baik.
Gejala fraud
dapat diketahui dan dilakukan pencegahannya sedini mungkin dengan cara
sedehana: deteksi dini potensi fraud. Salah satu bahan deteksi potensi fraud
adalah berkas rekam medis.dalam pelayanan kesehatan dapat terjadi fraud (kecurangan). Rekam medis
merupakan bukti tertulis pelayanan kesehatan. Data – data dari rekam medis
dapat ditelusuri untuk menggali potensi terjadinya
kecurangan pada pelayanan kesehatan.
Untuk menyikapi hal tersebut telah keluar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2015
tentang pencegahan kecurangan alias fraud dalam pelaksanaan program jaminan
kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Peraturan ini telah
memuat unsur pelaku fraud dan
jenis-jenis potensi kecurangan yang terjadi pada layanan kesehatan primer serta
kesehatan rujukan. Namun masih diperlukan peraturan yang dapat memberi efek
jera bagi pelaku fraud, misalnya
dengan mencabut izin profesi.
Setelah
aturan yang komprehensif dan sanksi tegas diterapkan, pada sisi pelaksana, para
petugas klaim dan penyelenggara fasiltas layanan kesehatan seharusnya memahami
secara baik modus-modus fraud dan cara pencegahannya. Dengan demikian, mereka
secara aktif bisa mencegah upaya manipulasi jaminan kesehatan.
Di luar
itu, pemerintah perlu mengembangkan dan terus mengkampanyekan budaya anti- fraud. Demi mendukung upaya-upaya
penindakan, sebaiknya Kementerian Kesehatan membuat saluran untuk melaporkan
fraud, memanfaatkan electronic medical
record rumah sakit untuk mendeteksi kecurangan yang terjadi pada fasilitas
layanan kesehatan, serta menjalin kemitraan dengan penegak hukum untuk menindak
pelaku fraud.Solusi yang dapat
diterapkan oleh sarana pelayanan kesehatan diantaranya:
1.
Rumah Sakit harus mulai mempelajari
perhitungan unit cost pelayanan kesehatan masing-masing diagnosis,
sehingga tidak selalu berfikir bahwa dengan ikut dalam program akan merugi.
2.
Pihak Kemenkes beserta Regulator lain segera
membuat sistem dan pedoman pencegahan dan deteksi fraud pada pelayanan
kesehatan dalam bentuk UU disertai sanksi.
3.
Menumbuhsuburkan kembali rasa cinta tanah air
dan nasionalisme di kalangan para praktisi kesehatan.
4.
Menanamkan kembali etika-etika moral yang
baik bagi penyelenggara, peserta dan semua yang terlibat dalam pelayanan
kesehatan.
5.
Meningkatkan profesionalisme Coder secara
umum di Indonesia melalui diklat atau ‘workshop’ yang diadakan oleh organisasi
profesi nasional / internasional.
6.
Melakukan monitoring dan audit untuk coding oleh pihak internal RS atau pihak
independent untuk meningkatkan kualitas coding
dan coder.
7.
Meningkatkan sosialisasi kepada saryankes mengenai
penerapan sistem casemix serta up-date perubahannya.
Daftar Rujukan
Karyono.
2013. Forensic Fraud. Yogyakarta:
ANDI.
drg. Puti Aulia Rahma, M. (2016). [Edukasi] Manfaatkan
Rekam Medik untuk Deteksi Potensi Fraud. Retrieved from Mutu Pelayanan
Kesehatan: Dresselhaus TR, Luck J, Peabody JW; The ethical problem of false
positives: a prospective evaluation of physician reporting in the medical
record; Journal of Medical Ethics 2002; 28:291-294; http://jme.bmj.com/content/28/5/291.full
Hasri, E. T. (2019). Fraud
Rongrong Mutu Layanan Kesehatan. Retrieved from Kebijakan Kesehatan
Indonesia:
https://kebijakankesehatanindonesia.net/25-berita/berita/2491-fraud-rongrong-mutu-layanan-kesehatan
Mekari. (2018). Mengenal Istilah
Fraud Kecurangan dalam Akuntansi. Retrieved from A Jurnal:
https://www.jurnal.id/id/blog/2018-mengenal-istilah-fraud-kecurangan-dalam-akuntansi/
Peraturan Menteri Kesehatan No.269.
(2008). Peraturan Menteri Kesehatan No.269 PER/III/2008 tentang Rekam Medis.
Retrieved September 10, 2018
Pujihastuti, A., Werdikesni, U., & Rohmadi. (2008).
Tinjauan Penggunan Dokumen Rekam Medis Di Bagian Filing Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta. Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-9551, VOL.II, NO.1, MARET
2008, 18-35
Riadi, M. (2019 , Maret 02 ). Pengertian,
Jenis dan Pencegahan Fraud. Retrieved from Kajian Pustaka.com:
https://www.kajianpustaka.com/2019/03/pengertian-jenis-dan-pencegahan-fraud.html
Wiyono, D. (1999). Manajemen Mutu
Pelayanan Kesehatan. Retrieved September 12, 2018