Pelantikan Ikarema

Hai guys, welcome to our blog. Today we will talk about “What is IKAREMA?

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 19 Desember 2018

TELEHEALTH UNTUK PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA YANG LEBIH BAIK

Oleh : Arum Gayatri


 

      Kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan dapat memiliki dampak negatif, salah satunya adalah tidak meratanya jangkauan akses pelayanan kesehatan di beberapa daerah terutama di daerah Indonesia terluar dan perbatasan. Hasil presentasi di Kementerian Kesehatan mengenai RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) Telemedicine di tahun 2015 menunjukkan hampir 50% distribusi rumah sakit hanya tersebar di Pulau Jawa, dan hanya 1-2% rumah sakit tersebar di Maluku dan Papua (Tedjasukmana, 2015). Kondisi ini menyebabkan adanya kesenjangan sosial dan kurangnya kesadaran masyarakat mengenai kesehatan. Hal ini mendorong para petugas pelayanan kesehatan untuk melakukan inovasi di bidang kesehatan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

      Teknologi informasi dan komunikasi bukanlah hal yang asing lagi didengar pada era digital ini. Teknologi informasi dan komunikasi tidak hanya sekadar menyediakan keterbukaan akses informasi atas pengetahuan mengenai dunia kesehatan, akan tetapi juga hadir menjadi penunjang pelayanan kesehatan konvensional. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga akan memengaruhi perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia adalah kesehatan. Namun pada kenyataannya, penerapan teknologi informasi dalam bidang kesehatan ini masih terdapat kendala seperti banyaknya pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan, petugas kesehatan yang terbatas, sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan, dan jangkauan pelayanan kesehatan yang kurang merata. Peluang yang ada adalah upaya untuk mengatasi kendala dengan memanfaatkan adanya teknologi terkini sehingga berkembang bidang keilmuan baru di bidang teknologi informasi kesehatan. Bidang ini berkonsentrasi pada mengidentifikasi, memeroleh, memanipulasi, menyimpan dan mentransformasikan data menjadi informasi secara cepat, tepat, dan jangkauan yang luas. Teknologi informasi kesehatan disusun dari kombinasi berbagai bidang ilmu: kesehatan, informasi, dan komputer.

      Penerapan teknologi di bidang kesehatan ini salah satunya diwujudkan dalam telehealth sebagai solusi dalam mengatasi tidak meratanya pelayanan kesehatan di Indonesia. Telehealth pada layanan homecare diaplikasikan menggunakan interaksi virtual pada pasien tanpa menjangkau akses ke pelayanan kesehatan. Sistem layanan telehealth menggunakan internet dengan sistem video conference, SMS (Short Message System), e-mail, maupun telepon seluler.

      Para ahli teknologi memerkirakan 90% orang dewasa memiliki akses ke  smartphone di tahun 2020 (VOA Indonesia, 2017). Media online sebagai bentuk kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi sangat berperan besar dalam kehidupan manusia saat ini, salah satunya dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang cepat dan akses mudah. Pada era digital ini, masyarakat pun semakin menyadari bahwa teknologi komunikasi merupakan salah satu alat yang penting dalam mengatasi cepatnya penyebaran arus informasi. Kondisi ini sangat memungkinkan penerapan teknologi telehealth untuk menunjang sistem komunikasi jarak jauh antara tenaga kesehatan dan pasien. 

      Istilah telehealth berasal dari kata “tele” yang berarti jauh dan “health yang berarti kesehatan, sehingga telehealth dapat memiliki makna penggunaan teknologi informasi jarak jauh untuk menunjang pelayanan kesehatan. Telehealth juga didefinisikan sebagai teknologi telekomunikasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan informasi kesehatan dan pelayanan kesehatan di daerah yang memiliki masalah pada kondisi geografis dan kemampuan akses kesehatan. Sistem layanan telehealth menggunakan internet dengan sistem video conference, SMS (Short Message Service), e-mail, telepon seluler, kamera, robotik, sensor 3D dan WAP (Wireless Application Protocol) pada jejaring komunikasi antara petugas kesehatan dan pasien (Hariyati & Sahar, 2012).. Telehealth pada layanan homecare diaplikasikan menggunakan interaksi virtual pada pasien yang ingin berkonsultasi tanpa menjangkau akses ke pelayanan kesehatan, seperti konsultasi masalah  hipertensi  melalui  telepon, e-mail, maupun SMS (Farrar, 2015).       Aplikasi telehealth telah dikembangkan sejak lama sebagai solusi dalam mengatasi akses pelayanan kesehatan. Cakupan layanan yang dikembangkan aplikasi telehealth memiliki  ruang  lingkup  yang  lebih  luas dan berfokus pada upaya kesehatan masyarakat dan pendidikan kesehatan. Hal ini diprediksikan bahwa telehealth dapat diaplikasikan dalam upaya preventif dan rehabilitatif, seperti pelayanan homecare.

      Telehealth sendiri dibagi menjadi dua metode, yaitu secara langsung (real time) dan secara tidak langsung (store & forward) (Farrar, 2015). Konsep layanan telehealth secara langsung dapat menggunakan video conferencing yang digunakan pasien pada perawat untuk menyampaikan masalahnya. Penerapan telehealth pada layanan homecare adalah salah satu bentuk aplikasi metode telehealth secara langsung. Pasien secara langsung berinteraksi pada perawat mengenai masalahnya  kemudian mendapatkan umpan  balik  secara langsung dari perawat. Berbeda halnya dengan metode aplikasi telehealth secara tidak langsung. Pasien dan perawat berinteraksi dengan menggunakan e-mail sebagai penghubung interaksi antara keduanya. Pasien berkonsultasi mengenai masalah atau hasil laboratoriumnya pada perawat. Kelemahan dari metode ini adalah lambatnya respon yang diberikan perawat. Telehealth pada layanan homecare merupakan bagian dari konsep keperawatan berkelanjutan (continuum of care). Pelayanan dapat berfokus pada upaya rehabilitasi dan pemulihan (Farrar, 2015). Pada umumnya, tahap pelaksanaan telehealth tidak ada perbedaan antara model rehabilitasi dan pemulihan. Tahap awal, perawat melakukan pengkajian pada pasien yang disesuaikan kriteria penerima layanan homecare. Setelah itu, pasien diberikan pilihan intervensi yang diberikan sesuai dengan hasil yang diharapkan (Taylor, dkk, 2015). Tahap kedua, perawat   memberikan intervensi dan selanjutnya melakukan   pengawasan atau monitoring terhadap perkembangan pasien.

      Telehealth adalah layanan homecare yang diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan akses kesehatan. Hasil survei Home Nursing Agency dalam Hariyati & Sahar (2012) menunjukkan bahwa pasienpasien  yang menggunakan layanan telehealth tidak mengalami re-hospitalisasi. Pemerintah Indonesia berupaya untuk menerapkan teknologi telehealth sebagai upaya mengurangi kesenjangan akses pelayanan kesehatan. Target awal pemerintah dalam penerapan telehealth saat ini berfokus pada pengampu pelayanan telehealth yang tersebar di Indonesia dengan persentase capaian sebesar 6% di tahun 2016 (Kemenkes RI, 2015). Data tersebut menunjukkan bahwa pentingnya penerapan telehealth ini sebagai acuan dalam upaya pelayanan pada era perkembangan teknologi. 

      Telehealth hadir sebagai solusi dalam memberikan layanan pada pasien yang memiliki keterbatasan akses pelayanan kesehatan. Penerapan telehealth ini sesuai dengan kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari daerah kepulauan dan sulitnya akses ke daerah terluar Indonesia. Beberapa manfaat yang diperoleh dari penggunaan aplikasi telehealth antara lain : 

1.      Efektif  pada  intervensi  terapi modalitas.

2.      Meningkatkan kesadaran pasien untuk patuh obat dan mengurangi komplikasi.

3.      Menjadi  sistem monitoring pada layanan penyakit kronik pasien.

4.      Efektif memberikan intervensi kesehatan yang terjadi dalam waktu bersamaan.

5.      Memberikan keefektifan waktu dan efisiensi intervensi, karena pelakasanaan intervensi dilakukan secara fleksibel.

      Pelayanan homecare dengan menggunakan telehealth memiliki dampak   secara tidak langsung pada petugas pelayanan kesehatan, salah satunya adalah dapat meningkatkan kualitas pelayanan karena tidak terjadi overload pasien di layanan kesehatan. Selain itu, pelayanan homecare memberikan dampak perubahan pada penerapan layanan kesehatan seperti perubahan pada sistem dokumentasi dengan menggunakan e-documentation. Hal ini dapat meminimalisir hilangnya data pasien yang sebelumnya menggunakan paper-based pada sistem dokumentasi. Telehealth menggunakan sistem jaringan nirkabel pada proses interaksinya. Dahulu tenaga kesehatan dan pasien bertemu secara tatap muka, setelah menggunakan layanan telehealth, akses informasi  dapat  dilakukan  dalam  jarak jauh (Farrar, 2015). Kondisi ini sesuai dengan manfaat telehealth yang memberikan keefektifan waktu layanan kesehatan. Pasien dan perawat dapat berkomunikasi secara fleksibel sesuai waktu yang disepakati oleh keduanya.

      Dampak selanjutnya adanya telehealth adalah dengan memanfaatkan perkembangan teknologi sebagai solusi dalam  intervensi  masalah  kesehatan pasien  beberapa layanan telehealth memberikan fasilitas  dalam  memberikan alarm pada pasien dengan menggunakan aplikasi teknologi mobile health. Beberapa aplikasi melalui smartphone telah dikembangkan untuk memberikan kemudahan masyarakat dalam pencegahan risiko penyakit. Manfaat telehealth ini juga memberikan dampak yang baik dalam promosi kesehatan untuk meningkatkan paradigma sehat. Contohnya adalah aplikasi untuk menjaga keseimbangan berat badan, mengurangi risiko penyakit kronis, mencegah potensi gejala kegawatdaruratan,  hingga rencana kehamilan.

     Penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan kesehatan memberikan kontribusi pada efektifitas pelayanan kesehatan. Terkait perkembangan teknologi informasi dan perkembangan pelayanan kesehatan saat ini tentunya akan berimbas pada tenaga kesehatan dan instansi pelayanan kesehatan. Petugas kesehatan diharapkan menyadari pentingnya penerapan teknologi dalam pelayanan kesehatan dan mau belajar untuk dapat menerapkannya. Dengan adanya telehealth ini diharapkan dapat menjadi solusi dalam mengurangi kesenjangan pelayanan kesehatan yang disebabkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan dan keterbatasan jumlah tenaga kesehatan. Adanya akses pelayanan kesehatan yang mudah untuk masyarakat menjadi salah satu aspek penting dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Farrar, F. C. (2015). Transforming Home Health Nursing with Telehealth

                Technology.          Nursing          Clinics          of          North          America.

https://doi.org/10.1016/j.cnur.2015.03

 

Hariyati, R. T. S., & Sahar, J. (2012). Perceptions of Nursing Care for Cardiovascular Cases, Knowledge on the Telehealth and Telecardiology in Indonesia. International Journal of Collaborative Research on Internal

Medicine & Public Health (IJCRIMPH), 4(2), 115–128

 

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Pusat Komunikasi Publik. https://doi.org/351.077 Ind r

 

Taylor, J., Coates, E., Wessels, B., Mountain, G., & Hawley, M. S. (2015).

Implementing Solutions to Improve and Expand Telehealth Adoption: Participatory Action Research in Four Community Healthcare Settings.

                BMC           Health           Services           Research,           15(1),           529.

https://doi.org/10.1186/s12913-015-1195-3

 

Tedjasukmana,  Deddy.  (2015).  Indikator  telemedicine pada  RPJMN  20152019. Disampaikan  pada  presentasi  Direktur  Bina  Pelayanan  Penunjang  Medik  dan Sarana Kesehatan RI

 

VOA Indonesia. Teknologi Penanganan Kesehatan Jarak Jauh. (23 Oktober 2017). Diakses dari https://www.voaindonesia.com/a/teknologipenanganan-kesehatan-jarakjauh/3428471.html

Selasa, 06 November 2018

ARTIKEL FRAUD (KECURANGAN) PADA REKAM MEDIS


 Fraud adalah tindakan curang yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga menguntungkan diri sendiri, kelompok, atau pihak lain (perorangan, perusahaan atau institusi).

Adapun beberapa faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan fraud atau kecurangan dalam pelaporan keuangan perusahaan adalah:

1.      Faktor General atau Umum

Merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan. Faktor ini meliputi:

a.      Kesempatan atau Opportunity

Kesempatan melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku  terhadap objek kecurangan. Umumnya, manajemen suatu organisasi atau perusahaan memiliki potensi yang lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan. Tetapi, patut digarisbawahi bahwa kesempatan melakukan kecurangan akan selalu ada pada setiap level kedudukan.

b.      Pengungkapan (Exposure)

Terungkapnya suatu kecurangan dalam organisasi atau perusahaan  belum menjamin tidak terulangnya kecurangan tersebut, baik oleh pelaku yang sama maupun yang  lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.

2.      Faktor Individu

Faktor ini berhubungan dengan individu sebagai pelaku kecurangan yang terdiri dari:

a.      Ketamakan atau Greed

Ketamakan berhubungan dengan moral individu. Pandangan hidup dan lingkungan berperan dalam pembentukan moral seseorang.

b.      Kebutuhan atau Need

Berhubungan dengan pandangan/pikiran dan keperluan  pegawai atau pejabat yang terkait dengan aset yang dimiliki perusahaan, instansi, atau organisasi tempat dia bekerja. Selain itu, tekanan  (pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang  jujur mempunyai motif untuk melakukan kecurangan.

Perilaku Fraud (kecurangan)  dapat terjadi dimana saja. Fasilitas pelayanan kesehatan juga tidak lepas dari kasus- kasus Fraud. Rekam medik (RM) merupakan berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Dalam berkas RM terapat berbagai informasi pelayanan kesehatan tertentu, pada pasien tertentu, dan dalam jangka waktu tertentu. Dengan kandungan informasi selengkap ini, RM menjadi harta berharga bagi rumah sakit. Dalam upaya pengendalian fraud, data-data dalam rekam medis juga dapat berfungsi sebagai bahan deteksi potensi fraud.

Contohnya adalah penelitian yang dilakukan (Dresselhouse, dkk, 2002) yang menyebutkan bahwa proses pendokumentasian data pelayanan dalam rekam medis banyak bersifat “positif palsu”. Artinya, apa yang tertulis dalam rekam medis belum tentu benar-benar dilakukan oleh klinisi bersangkutan. Fenomenai ini lah yang memungkinkan kita menelusuri potensi-potensi fraud layanan kesehatan berdasar data pada rekam medis.

Fraud secara khusus dalam era Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakanoleh BPJS adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk mencurangi atau mendapat manfaat dari program layanan kesehatan dengan cara yang tidak sepantasnya sehingga merugikan negara sebagai penyelenggara dan penyandang dana sistem JKN.

Beberapa penyimpangan hal dibawah ini termasuk dalam kategori ‘Fraud’ dalam pelayanan kesehatan menurut www.mutupelayanankesehatan.net :

1.      Upcoding berarti berusaha membuat kode diagnosa dan tindakan dari pelayanan yang ada lebih tinggi atau lebih kompleks dari yang sebenarnya dikerjakan di institusi pelayanan kesehatan atau sebaliknya . Contoh : Pasien dengan DM tipe 2 dengan komplikasi neuropati, di coding dengan DM tipe 2 dengan berbagai komplikasi.

2.      Phantom Billing berati bagian penagihan dari institusi RS membuat suatu tagihan ke pihak penyelenggara JKN dari suatu tagihan yang tidak ada pelayanannya.

3.      Inflated Bills adalah suatu tindakan membuat tagihan dari suatu pelayanan di RS menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya.

4.      Service unbundling or fragmentation adalah suatu tindakan yang sengaja melakukan pelayanan tidak langsung secara keseluruhan tapi dibuat beberapa kali pelayanan.
Contoh : Pasien dengan patah tulang femur dan memerlukan pemasangan tiga buah ‘pen’ , tapi insitusi pelayanan kesehatan melakukan pemasangan dua pen pada rawat inap pertama dan pen yang lain dipasang kemudian pada periode perawatan berikutnya.

5.      Standart of Care berarti suatu tindakan yang berusaha untuk memberikan pelayanan dengan menyesuaikan dari tarif INA CBG yang ada, sehingga dikhawatirkan cenderung menurunkan kualitas dan standar pelayanan yang diberikan.
Contoh : Pasien rawat jalan memerlukan pemeriksaan penunjang namun karena tarif rawat jalannya tidak mencukupi maka tidak dilakukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.

6.      Cancelled Service adalah melakukan pembatalan pelayanan yang rencananya diberikan dan tetap ditagihkan pada sistem.Contoh : Pasien yang direncanakan untuk dilakukan operasi kemudian karena beberapa hal tidak jadi dilakukan namun tindakan operasi tersebut tetap ditagihkan .

7.      No Medical Value adalah melakukan suatu layanan kesehatan yang tidak memberikan manfaat untuk pemeriksaan dan penatalaksanaan pasien .Contoh : Pasien dilakukan pemeriksaan penunjang yang tidak diperlukan.

8.      Unnecessary Treatment berarti melakukan suatu pengobatan atau pemberikan layanan kesehatan yang tidak dibutuhkan dan tidak diperlukan oleh pasien.
Contoh : Pasien dilakukan operasi appendectomy padahal tidak memerlukan operasi tersebut.

9.      Length of Stay adalah melakukan perpanjangan masa rawat inap di institusi pelayanan kesehatan untuk mencapai tarif penggantian yang lebih tinggi.
Contoh : Pasien di ICU yang memerlukan ventilator kurang dari 36 jam tapi masa rawat inapnya dibuat lebih lama lebih dari 72 jam agar mendapatkan tarif yang lebih tinggi.

10.  Keystroke mistake adalah kesalahan yang dilakukan dengan sengaja dalam penginputan penagihan pasien dalam sistem tarif untuk mencapai penggantian tarif yang lebih tinggi.
Contoh : Pasien rawat jalan diinput dengan rawat inap agar mendapatkan penggantian yang lebih tinggi.

 

Menurut Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Donald Pardede di sela acara Evaluasi Pelaksanaan JKN/KIS Tingkat Nasional 2015, di Makassar, Sulawesi Selatan yang dikutip di mediaindonesia.com :

Modus kecurangan yang dilakukan RS dalam meraih untung secara ilegal dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan, masih sama dengan tahun lalu. Yang terbanyak ialah praktik pengadministrasian kembali pasien (readmisi) dan rekayasa data klaim ke sistem (upcoding). Contoh praktik readmisi ialah pasien yang menjalani rawat inap lebih dari lima hari, 'dipulangkan' terlebih dahulu, kemudian disuruh mendaftar kembali. Dengan demikian, RS bersangkutan mendapatkan klaim pembayaran sebanyak dua episode pengobatan rawat jalan.
Kecurangan pada proses upcoding biasanya dilakukan dengan cara menjadikan diagnosis sekunder menjadi diagnosis primer. Hal itu dilakukan bila diagnosis sekunder lebih berat jika dibandingkan dengan diagnosis primernya. Contohnya, dari hasil pemeriksaan dokter pada pasien, diagnosis primer dokter ialah penyakit mag dan sekundernya malaria. "Karena dana klaim malaria lebih mahal, petugas pengisi coding mengubah data dengan menjadikan malaria sebagai diagnosis primer dan mag jadi sekunder," kata Donald.
Modus lainnya ialah RS melakukan klaim atas tindakan yang sebetulnya tidak dilakukan (phantom procedurs), pemeriksaan/tindakan medis yang tidak perlu (unnecessary treatment), dan penagihan terhadap pemberian obat yang sebetulnya sudah dibatalkan.
Praktik lainnya seperti mengajukan klaim biaya ruangan dengan kelas yang lebih tinggi dari ruangan yang dipakai pasien, menagihkan klaim lebih dari satu kali pada tindakan pengobatan yang sebenarnya hanya dilakukan satu kali (repeat billing) dan menagihkan prosedur secara terpisah-pisah agar nilainya menjadi lebih besar.

 

 

Daftar Pustaka

 

drg. Puti Aulia Rahma, M. (2020, Maret 16). [Edukasi] Manfaatkan Rekam Medik Untuk Deteksi Potensi Fraud. Retrieved from Mutu Pelayanan Kesehatan: https://www.mutupelayanankesehatan.net/41-cop-fraud/2458-edukasi-manfaatkan-rekam-medik-untuk-deteksi-potensi-fraud

Mardha, B. (2020, Maret 16). 10 Tindakan ‘Fraud’ dalam Pelayanan Kesehatan di Era JKN –BPJS. Retrieved from Kesehatan Pro: https://www.kesehatanpro.com/10-tindakan-fraud-dalam-pelayanan-kesehatan-di-era-jkn-bpjs/

Susanto, C. E. (2015, November 22). Rumah Sakit Diduga Bobol Dana JKN. Retrieved from Media Indonesia: https://mediaindonesia.com/read/detail/9122-rumah-sakit-diduga-bobol-dana-jkn

utami, n. w. (2019, Juni 4). Mengenal Istilah Fraud Kecurangan Dalam Akuntans. Retrieved from Jurnal by mekari: https://www.jurnal.id/id/blog/2018-mengenal-istilah-fraud-kecurangan-dalam-akuntansi/

 

 

 

 

 

Kamis, 04 Oktober 2018

MENGENAL FRAUD DARI SUDUT PANDANG PEREKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

Siti Mubtadiatul Haqiqiyah 
mubtadiatulh@gmail.com

 


            Rekam medis adalah berkas atau dokumen yang berisikan catatan mengenai identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien di berbagai instansi kesehatan. Untuk mengelola rekam medis di suatu fasilitas pelayanan kesehatan maka berdirilah sebuah profesi yang dinamakan perekam medis dan informasi kesehatan. Petugas rekam medis bertugas untuk mengelola rekam medis dari mulai pembuatan form sampai dengan mengelola dan menganalisis data yang terdapat didalam berkas rekam medis.  

Kompetensi perekam medis salah satunya adalah menetukan kodefikasi penyakit dan kodefikasi tindakan yang telah dilakukan kepada pasien. Tujuan kodefikasi ini adalah memungkinkan pencatatan, analisis, interpretasi dan pembandingan yang sistematis terhadap data mortalitas dan morbiditas antara berbagai negara atau wilayah, dan antara berbagai jangka waktu, menjadi klasifikasi diagnosis standard internasional untuk semua tujuan epidemiologis umum dan berbagai tujuan manajemen kesehatan. Hal ini mencakup analisis situasi kesehatan umum di kelompok masyarakat dan pemantauan insiden dan prevalensi penyakit dan masalah kesehatan lain, dan hubungannya dengan variabel lain seperti ciri-ciri orang yang terlibat dan situasi yang dihadapinya, dan yang terakhir adalah untuk analisis biaya kesehatan. Kodefikasi penyakit dan tindakan ini  nantinya yang akan menentukan biaya pelayanan kesehatan yang telah diperoleh sesuai dengan yang di klaim kan oleh petugas rekam medis / petugas BPJS.

Rumah Sakit adalah salah satu fasilitas pelayanan kesehatan. Meskipun Rumah Sakit adalah tempat dimana orang sakit mendapat pertolongan, Rumah Sakit tak ubahnya sebuah perusahaan yang tetap mendambakan keuntungan. Untuk mecapai hal itu, maka rumah sakit dalam setiap pelayanan kesehatan yang dilakukannya diperinci dan dituliskan dalam sebuah laporan keuangan.

Sedangkan istilah Fraud (kecurangan) merupakan penipuan yang disengaja maupun tidak sengaja dilakukan yang menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Fraud (kecurangan) itu sendiri secara umum merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam dan atau luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain. Dalam hal ini yang dirugikan adalah pihak BPJS dan Negara yang mengalami kerugian yang tidak sedikit. Orang awam seringkali mengasumsikan secara sempit bahwa fraud sebagai tindak pidana atau perbuatan korupsi.

Jenis-jenis fraud yang dilakukan oleh petugas rekam medis yaitu :

1. Penulisan kode diagnosis yang berlebihan alias upcoding.

2. Penjiplakan klaim dari pasien lain alias cloning.

3. Klaim palsu alias phantom billing.

4. Penggelembungan tagihan obat dan alat kesehatan alias inflated bills.

5. Rujukan semu atau selfs-referals.

6. Tagihan berulang atawa repeat billing.

7. Memperpanjang lama perawatan atau prolonged length of stay.

8. Memanipulasi kelas perawatan.

9. Membatalkan tindakan yang wajib dilakukan atau cancelled services. (Prasetyo, 2019)

            Ke-sembilan jenis fraud ini sangat mudah dilakukan oleh perekam medis dimana ialah yang memegang kendali penuh terhadap kodefikasi dan klaim pada BPJS.


DAFTAR RUJUKAN

 

Asmopawiro. (8 Agustus 2013). Pengertian dan tujuan icd. Diakses pada 15 Maret 2020, melalui http://kodifikasipenyakit.blogspot.com/2013/10/pengertian-dan-tujuan-icd.html

Prasetyo, H. (31 Juli 2019). Catat ini daftar tindakan kecurangan alias fraud dalam pelaksanaan progam jkn. Diakses pada 15 Maret 2020, melaui  https://nasional.kontan.co.id/news/catat-ini-daftar-tindakan-kecurangan-alias-fraud-dalam-pelaksanaan-program-jkn?page=all

Selasa, 04 September 2018

BESARNYA POTENSI FRAUD DALAM LINGKUNGAN REKAM MEDIS RUMAH SAKIT


Rekam medis adalah bagian dalam rumah sakit yang berfungsi untuk mengelola, menyimpan, dan merawat dokumen riwayat penyakit pasien. Berdasarkan peraturan menteri kesehatan nomor 269 tahun 2008 menyatakan bahwa pengertian rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa tenaga rekam medis ada yang bekerja di balik layar. Meskipun bekerja di balik layar, seorang tenaga rekam medis diungkapkan sebagai salah satu jantung rumah sakit. Makna lain dari jantung rumah sakit adalah sebuah profesi yang sangat penting dan tidak dapat dikelola oleh seseorang yang tidak berpengalaman.

Sistem informasi rekam medis dapat digunakan sebagai sarana penyedia layanan dan informasi bagi penggunanya baik untuk dokter, tenaga pelayanan fasilitas kesehatan, karyawan yang berkepentingan, petugas asuransi kesehatan, dan pasien rumah sakit, sehingga bisa mendapatkan informasi akurat karena informasi yang tersedia senantiasa terbaru. Berdasarkan keputusan departemen kesehatan Republik Indonesia (1994) tujuan rekam medis adalah menunjang tercapainya tertib administrasi bagi pasien dalam rangka upaya untuk peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Hal tersebut harus di dukung oleh sistem penyelanggaraan rekam medis yang baik dan benar karena rekam medis mengurus segala dokumen kepentingan rumah sakit mulai dari pengurusan kedatangan pasien sampai kepulangan pasien. Rekam medis juga mengurus keperluan pasien mengenai hal pembayaran dan kepengurusan pembiayaan ke asuransi kesehatan.

Menurut Departemen Kesehatan (1997) kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain aspek administrasi, aspek medis, aspek hukum, aspek penelitian, aspek keuangan, aspek pendidikan, aspek dokumentasi. Aspek administrasi menjadi kegunaan rekam medis karena isi dari dokumen rekam medis menyangkut wewenang, tanggung jawab, dan hak bagi pasien ataupu tenaga pelayanan fasilitas kesehatan. Dalam aspek medis dikarenakan dokumen rekam medis dapat menjadi acuan informasi bagi dokter dan tenaga pelayanan fasilitas kesehatan untuk melakukan pelayanan kesehatan selanjutnya. Dalam aspek hukum dokumen rekam medis dapat digunakan sebagai  bukti apabila tenaga pelayanan fasilitas kesehatan melakukan keslahan yang merugikan pasien dan dapat mendukung kegiatan pemerintah yaitu jaminan sistem kesehatan nasional. Aspek keuangan bagi tujuan dokumen rekam medis adalah untuk membantu pasien membayarkan biaya pelayanan kesehatan pada pihak asuransi kesehatan. Sedangkan untuk aspek pendidikan dan penelitian yaitu sebagai sumber informasi bagi dokter atau pelayanan kesehatan lainnya dalam melakukan sebuah penelitian untuk keperluan pendidikan. Aspek dokumentasi merupakan tujuan dari rekam medis karena segala tindakan pelayanan rekam medis perlu di catat dan di tulis supaya dapat menentukan tindakan pelayanan kesehatan selanjutnya.

            Pemberantasan korupsi dilakukan di berbagai institusi. Semenjak diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) awal 2014 lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai aktif melakukan kajian untuk menilai potensi korupsi dibidang kesehatan. Korupsi merupakan bagian dari Fraud. Fraud digunakan untuk menggambarkan bentuk kecurangan dunia kesehatan yang tidak hanya berupa korupsi tetapi juga mencakup penyalahgunaan aset dan pemalsuan pernyataan. Fraud dapat dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam program JKN mulai dari peserta BPJS Kesehatan, penyedia layanan kesehatan, BPJS Kesehatan, dan penyedia obat dan alat kesehatan. Semua yang terlibat saling mencurangi satu sama lain.

Fraud menyebabkan kerugian perekonomia negara. Berdasarkan dari KPK (2015) menunjukkan bahwa hingga Juni 2015 terdeteksi potensi Fraud dari 175.774 klaim Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) dengan nilai Rp. 440 M. Informasi tersebut diperoleh dari kelompok klinisi, belum dari aktor lain seperti staf BPJS Kesehatan, pasien, dan suplier alat kesehatan dan obat. Nilai yang disebutkan mungkin belum total mengingat sistem pengawasan dan deteksi yang digunakan masih sangat sederhana. Besarnya potensi kerugian yang ditimbulkan, mendorong pemerintah untuk mengeluarkan Permenkes No. 36 tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai dasar hukum pengembangan sistem anti Fraud layanan kesehatan di Indonesia. Diluncurkan April 2015, peraturan ini belum optimal dijalankan. Dampak yang bisa terjadi adalah Fraud layanan kesehatan berpotensi semakin banyak terjadi namun tidak diiringi dengan sistem pengendalian yang sesuai.

Perkiraan penyebab fraud pada era jaminan kesehatan nasional antara lain ketidaktahuan tentang makna fraud dan aspek hukumnya, ketidaktauan pelaku, termasuk provider, bahwa tindakan tersebut (yang dilakukan peserta, rumah sakit, pemberi pelayanan) merupakan fraud. Selain itu merasa bahwa tarif Jaminan Kesehatan Nasional terlalu rendah sehingga berusaha mencari “jalan keluar”, keinginan memberikan yang terbaik  bagi pasien, belum terbiasa mematuhi clinical pathway, standart profesi, standart operasional prosedur, PPM, dan lainnya. Adapun merasa dizholimi karena “dipaksa” menjadi provider jaminan kesehatan nasional, dan mismatch antara penerima iuran dengan pembayaran manfaat. Sanksi yang didapat ketika melakukan Fraud adalah pidana, perdata (ganti rugi), denda, disiplin profesi, administrative (izin operasi rumah sakit)diumumkan, dan juga etika yang diyakini dengan semua sanksi dapat menumbuhkan efek pencegahan bagi calon pelaku juga efek jera terhadap pelaku.

Solusi yang dapat digunakan untuk mengurangi kejadian Fraud antara lain:

1.      Rumah Sakit harus mulai mempelajari perhitungan ‘unit cost’ pelayanan kesehatan masing-masing diagnosis, sehingga tidak selalu berfikir bahwa dengan ikut dalam program Jaminan Kesehatan Nasional akan merugi.

2.      Pihak yang berwenang segera membuat sistem dan pedoman pencegahan dan deteksi fraud pada pelayanan kesehatan dalam bentuk UU disertai sanksi.

3.      Menumbuhsuburkan kembali rasa cinta tanah air dan nasionalisme di kalangan para praktisi kesehatan.

4.      Menanamkan kembali etika-etika moral yang baik bagi penyelenggara, peserta dan semua yang terlibat dalam pelayanan kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional.

5.      Meningkatkan profesionalisme Coder secara umum di Indonesia melalui diklat atau ‘workshop’ yang diadakan oleh organisasi profesi nasional / internasional.

6.      Melakukan monitoring dan audit untuk Coding oleh pihak internal RS atau pihak independent untuk meningkatkan kualitas Coding dan Coder.

7.      Meningkatkan sosialisasi kepada saryankes mengenai penerapan sistem casemix serta up-date perubahannya.

 


 

Daftar Rujukan

Fantri Pamungkas, T. H. (2015). Identifikasi Ketidaklengkapan Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Jurnal Kedokteran Brawijaya , 124-128.

Giyana, F. (2012). Analisis Sistem Pengelolaan Rekam Medis Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro1(2).

Giyana, F. (2018, 9 11). Analisis sistem pengelolaan rekam medis rawat inap rumah sakit umum daerah kota Semarang. Retrieved from https://media.neliti.com/media/publications/18739-ID-analisis-sistem-pengelolaan-rekam-medis-rawat-inap-rumah-sakit-umum-daerah-kota.pdf

Hamilton-Hart, 2001, Anti-Corruption Strategies in Indonesia, Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. 37, No. 1: 65–8.

Hasibuan, S., Silalahi, F., AWS, F. W., Megawati, K., Siregar, T. A., Husaini, D., ... & Fadhliah, I. (2010). Studi Teks dan Dokumentasi. Tersedia secara online di: https://www. researchgate. net/... KUALITATIF [dilayari di Kuala Ketil, Kedah Darul Aman, Malaysia: 31 Ogos 2017].

Http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMK%20No.%2036%20ttg%20FRAUD%20Dalam%20Program%20JAMKES%20Pada%20SJSN.pdf, diunduh tahun 2015.

https://acch.kpk.go.id/id/artikel/riset-publik/korupsi-dalam-pelayanan-kesehatan-di-era-jaminan-kesehatan-nasional-kajian-besarnya-potensi-dan-sistem-pengendalian-fraud

Irfan Agus Nurridho, A. P. (2009). Prediksi Kebutuhan Rak Penyimpanan Dokumen Rekam Medis Aktif di bagian FIlling Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sragen. Rekam Medis , 11.

Kepmenkes 440, 2012, Tarif Rumah Sakit Berdasarkan Indonesia Case Based Group (INA-CBG).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 2015, http://www.kpk.go.id.

Lihawa, C., & Mansur, M. (2015). Faktor-faktor penyebab ketidaklengkapan pengisian rekam medis dokter di ruang rawat inap RSI Unisma Malang. Jurnal Kedokteran Brawijaya28(2), 119-123.

Nurridho, I. A., Pujihastuti, A., & Rohmadi, R. M. D. (2009). PREDIKSI KEBUTUHAN RAK PENYIMPANAN DOKUMEN REKAM MEDIS AKTIF DI BAGIAN FILING RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SRAGEN. Rekam Medis3(2).

Pamungkas, F., & Hariyanto, T. (2015). Identifikasi ketidaklengkapan dokumen rekam medis rawat inap di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Jurnal Kedokteran Brawijaya28(2), 124-128.

Permenkes 36 tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional Pada Sistem Jaminan Sosial Nasional,

Permenkes No. 69, 2013, Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.

Rahmadhani, I. S., Sugiarsi, S., & Pujihastuti, A. (2008). Faktor penyebab ketidaklengkapan dokumen rekam medis pasien rawat inap dalam batas waktu pelengkapan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Kesehatan2(2), 82-88.

Rimawati, 2014, Fraud di Jaminan Kesehatan Nasional: Aspek hukum Pidana dan Perdata. Disampaikan dalam Blended Learning Pencegahan Fraud dalam Jaminan Kesehatan Nasional di PKMK FK UGM.

Sugiyanto, Z. (2006). Analisis Perilaku Dokter Dalam Mengisi Kelengkapan Data Rekam Medis Lembar Resume Rawat Inap di RS Ungaran Tahun 2005 (Doctoral dissertation, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro).

Werdikesni, U., Pujihastuti, A., & Rohmadi, R. M. D. (2008). TINJAUAN PENGGUNAAN DOKUMEN REKAM MEDIS DI BAGIAN FILING RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA TAHUN 2008. Rekam Medis2(1).

Yuliani, N. (2010). Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Commotio Cerebri Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10 Rekam Medik di Rumah Sakit Islam Klaten. Infokes (Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan)1(1), 17-31.