Pelantikan Ikarema

Hai guys, welcome to our blog. Today we will talk about “What is IKAREMA?

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sabtu, 03 Oktober 2020

HUKUM DALAM LINGKUP REKAM MEDIS

Nikita Putri Taji Puspitasari

 


Pamungkas (2010: 18) menyatakan bahwa rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat, serta dituntut untuk memberikan pelayanan yang memadai dan memuaskan guna meningkatkan derajat kesehatan bagi individu maupun lapisan masyarakat secara keseluruhan. Senada dengan Pamungkas, Erfavira (2012:5) menuliskan bahwa untuk meningkatkan kualitasnya maka rumah sakit harus meningkatkan mutu pelayanan sesuai harapan pelanggan. Erfavira (2012:5) menambahkan bahwa pelayanan yang bermutu tidak hanya pelayanan medisnya saja, namun pelayanan penunjang pula seperti rekam medis yang menjadi indikator mutu pelayanan suatu rumah sakit. Menguatkan pendapat tersebut, Pamungkas (2010: 18) menyatakan bahwa  “Hal ini berkaitan dengan isi rekam medis yang mencerminkan segala informasi menyangkut pasien sebagai dasar dalam menentukan tindakan lebih lanjut dalam upaya pelayanan maupun tindakan medis lain”.

“Kelengkapan penulisan pada rekam medis merupakan suatu hal yang penting, karena akan memberikan informasi untuk pengobatan selanjutnya ketika pasien datang kembali ke sarana pelayanan kesehatan tersebut.” (Marwati, 2010:18). Marwati (2010:19) juga menegaskan bahwa ketidaklengkapan pengisian rekam medis membuat terhambatnya pemenuhan hak pasien terhadap isi rekam medisnya, mempersulit proses klasifikasi dan kodefikasi penyakit, terhambatnya proses pelaporan rumah sakit, terhambatnya pembuatan tanda bukti untuk kasus kepolisisan dan hukum, serta terhambatnya proses pengajuan klaim asuransi. Hasil penelitan menunjukan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan rekam medis tidak lengkap yaitu pengetahuan dan motivasi petugas kurang, kurang efektifnya pengawasan dan monitoring, serta tidak ada pembinaan berkala (Antara, 2013:119).

“Rekam medis menjadi cerminan setiap langkah yang diambil dalam rangka hubungan pasien dengan dokter sebagai hubungan transaksi terapeutik, di mana transaksi ini melindungi pasien sesuai dokumen internasional yang terdiri dari “the right to information” and “the right to self determination”” (Purwandoko 1996: 51) . Ada tiga alasan mengapa dokumen rekam medis perlu ditandatangani oleh dokter: 1. Pasien harus dilindungi; 2. Apabila terjadi kasus yang mencapai pengadilan, dan 3. Untuk mencegah kegagalan rumah sakit dalam mencapai akreditasi (Purwandoko, 1996: 53). “Dengan tiga alasan tersebut maka rekam medis dapat berfungsi sebagai alat bukti undang-undang yang bernilai keterangan/saksi ahli” (Purwandoko, 1996: 53).

Pamungkas (2010: 18) menuliskan bahwa kegunaan rekam medis dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu aspek administrasi, aspek medis, aspek hukum, aspek keuangan, aspek penelitian, aspek penelitian, dan aspek dokumentasi. “Dari segi hukum , rekam medis dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum, etika kedokteran, dan disiplin kedokteran.”(Sumilat 2009: 32).

Rumah sakit bertanggung jawab atas keberadaan rekam medis (Prasada 2015: 3). “Menurut Undang-Undang no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 46, Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit” (Prasada 2015: 3). Oleh karena itu maka rekam medis perlu dirawat dan dilindungi.Pratama (2013: 157) menyatakan bahwa pelayanan perawatan medis tidak dapat dijalankan dengan efektif bilamana DRM atau Dokumen Rekam Medis rusak atau hilang karena tidak adana kesinambungan informasi medis. Pengamanan DRM dari segi fisik yaitu menggunakan kertas HVS 80 gram dan map plastik, dibersihkan agar tidak berdebu. Dari segi kimiawi yaitu menggunakan tinta yang tidak mudah luntur serta pencegahan pelayan kesehatan untuk membawa makanan atau minuman saat di ruangan (Pratama, 2013: 159).

“Rumah sakit sebagai Manajemen Informasi Kesehatan memiliki tanggung jawab profesional antara lain memastikan bahwa kerahasiaan pasien terlindungi” (Mariani 2015: 318). Berhubungan dengan hal tersebut, Retnowati (2013: 142) menyatakan bahwa secara umum telah disadari bahwa informasi yang terdapat dalam rekam medis bersifat rahasia karena menjelaskan hubungan yang khas antara pasien dan dokter yang wajib dilindungi dari pembocoran sesuai dengan kode etik kedokteran dan UU yang berlaku. “Sesungguhnya rekam medis disimpan dan dijaga bukan semata-mata hanya untuk keperluan medis dan administrasi, namun isinya sangat diperlukan pula oleh individu dan organisasi yang secara hukum harus mengetahuinya” (Retnowati, 2013: 144). Penyuguhan informasi yang diambil dari rekam medis sebagai bukti suatu perkara di pengadilan, atau di depan suatu badan resmi lainnya merupakan suatu proses yang wajar. (Retnowati, 2013: 144). Namun tak hanya rekam medis ataupun pasien yang terlindungi, Mariani (2015: 318) juga mengatakan bahwa rumah sakit juga mendapat hak berupa perlindungan hukum. Antara lain kewenangan untuk menolak mengungkapkan seluruh informasi umum yang berkaitan terhadap pasien ke khalayak.

Retnowati (2013:147) juga menjelaskan bahwa perlindungan terhadap rumah sakit, dokter dan pasien harus ditelusuri dalam peraturan perundang-undangan sistem pemeliharaan dan pelayanan kesehatan di mana rekam medis menempati posisi sentral. Adapun peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dan Permenkes No.269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis (Retnowati 2013: 147).

“Beberapa pasal yang mengatur pelanggaran terhadap rekam medis di antaranya pasal 13 KODEKI menyatakan setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia” (Nasution 2013: 22). Berdasarkan pasal tersebut, Nasution (2013: 22) menuliskan bahwa sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran kode etik rekam medis tergantung pada berat atau ringannya pelanggaran kode etik tersebut, di antaranya teguran lisan atau hukum, penurunan pangkat atau jabatan, penundaan kenaikan pangkat, dan pencabutan izin. Begitupula diatur dalam pasal 322 Kitab Undang-Undang hukum Pidana menyatakan barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan, baik sekarang maupun dahulu diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan (Nasution 2013: 22).

Daftar Rujukan

Antara, G.B.L (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Keterlambata Pengembalian Berkas Rekam Medis Dari Instalasi Rawat Inap Ke Instalasi Rekam Medis Di RSUD Wangaya Kota Denpasar. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Udayana, 1-121

Erfavira, A. (2012). Perbedaan Kelengkapan Pengisian Rekam Medis Antara Instalasi Rawat Jalan Dan Instalasi Rawat Darurat Di Poli Bedah RSUP Dr. Kardia Semarang. Jurnal Media Medika Muda, 1-15

Firdaus, S. U. (2010). Rekam Medik Dalam Sorotan Hukum dan Etika. Surakarta: UNS Press

Mariani, M. (2015). Perlindungan Hukum Terhadap Rekam Medis Pasien Di Rumah Sakit. Jurnal Magister Hukum Udayana Vol. 4, 1-390

Marwati, T. & Pamungkas, T.W. (2010). Analisis Ketidaklengkapan Pengisian Berkas Rekam Medis Di Rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dalan, Vol.4 No.1, 1-75

Nasution, A. K. (2013). Sanksi Pidana Terhadap Pelanggaran Kerahasiaan Rekam Medis Pasien Ditinjau Dari Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1-28

Prasada, M.Y. (2015). Tanggung Jawab Rumah Sakit Terhadap Kerahasiaan Rekam Medis. Jurnal Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana, 1-6

Pratama. C. (2013). Tinjauan Aspek Keamanan Dokumen Rekam Medis Di Ruang Filing Puskesmas Lebdosari Semarang. Jurnal Visikes Vol. 2, 1-162

Purwandoko, P.H. (1996). Aspek Hukum Rekam Medis, 1-58

Retnowati, A. (2013). Politik Hukum Dalam Menata Rekam Medis Sebagai Sarana Perlindungan Hukum Terhadap Rumah Sakit, Dokter, dan Pasien. Jurnal Yustisia, 86, 1-151

Sumilat, A.T. (2014). Kedudukan Rekam Medis Dalam Pembuktian Perkara Malpraktek Di Bidang Kedokteran. Jurnal Lex Crimen Vol.3, 1-62

Wahyu, T. (2015). Pengamanan Data Rekam Medis Pasien Menggunakan Kriptografi. Jurnal STT Garat, 1-5