Pelantikan Ikarema

Hai guys, welcome to our blog. Today we will talk about “What is IKAREMA?

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jumat, 19 April 2019

KESUKSESAN IMPLEMENTASI REKAM MEDIS ELEKTRONIK DENGAN ANALISIS KESIAPAN DOQ-IT

Ni Wayan Alik Suryani      


     

 Analisis kesiapan merupakan langkah awal dalam road map implementasi rekam medis elektronik (RME). Kesiapan adalah faktor utama yang paling penting bagi antusiasme stakeholder untuk mendapatkan yang terbaik dari pemanfaatan rekam medis elektronik (Lorenzi et al., 2009). Banyak rumah sakit di Indonesia sudah memiliki aplikasi pengembangan rekam medis elektronik, namun belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Seperti pada RSUD Kota Yogyakarta, yang sudah memiliki SIMRS namun belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Permasalahan yang terjadi adalah belum adanya rencana srategi terkait pengembangannya. Tanpa adanya perencanaan yang jelas, proses pengembangan sistem informasi di RSUD Kota Yogyakarta terkesan tambal sulam. Pengembangan rekam medis elektronik diperlukan adanya analisis terkait kesiapan organisasi rumah sakit terlebih dahulu (Pratama, 2016).

 Selain itu, terdapat juga permasalahan seperti pada Klinik Rawat Inap PKU Muhammadiyah Pakem, melalui direkturnya menyebutkan bahwa, Klinik Rawat Inap PKU Muhammadiyah Pakem akan menerapkan rekam medis elektronik pada tahun 2016. Namun, analisis kesiapan mengenai implementasi rekam medis elektronik belum pernah dilakukan. Padahal, hal ini sangat penting untuk menilai sejauh mana kesiapan di Klinik Rawat Inap PKU Muhammadiyah Pakem dalam penerapan rekam medis elektronik (Hidayat dan Sari, 2017).

 Tantangan selanjutnya dalam implementasi RME adalah dokter dan petugas belum terbiasa melakukan pencatatan secara elektronik sehingga waktu yang dibutuhkan untuk melayani pasien dengan sistem pencatatan berbasis elektronik lebih lama dibandingkan pencatatan berbasis kertas (Erawantini et al., 2012). Seperti penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada 5 pelayanan kesehatan dasar di Amerika yang diteliti oleh Pizziferri et al. (2005) bahwa dengan mengadopsi catatan kesehatan elektronik, dokter membutuhkan waktu lebih lama untuk memberikan pelayanan kesehatan pada pasien dibandingkan bila menggunakan rekam medis kertas. Implementasi rekam medis elektronik merupakan proses yang rumit dan butuh waktu bagi pengguna untuk akrab dengan sistem (Xiaoa et al., 2012).

 Padahal, rekam medis elektronik menyediakan manfaat yang luar biasa apabila dipersiapkan dengan baik. Penelitian sebelumnya oleh Silow-Carroll et al. (2012) menegaskan bahwa adopsi catatan rekam medis elektronik secara terintegrasi akan menyediakan layanan yang terkoordinasi serta berlangsung secara kontinu dan yang terpenting adalah meningkatkan kualitas pelayanan dengan penggunaan checklist, alert, dan alat-alat prediktif. 

 Hasil penelitian sebelumnya oleh Erawantini et al. (2012) menunjukkan bahwa dari segi kelengkapan, pencatatan data medis dan data sosial pada rekam medis elektronik lebih baik dibandingkan rekam medis kertas. Dengan menggunakan rekam medis elektronik, memungkinkan pengisian lebih lengkap terutama data sosial dan lebih sistematis. Dengan menggunakan rekam medis elektronik juga, pemeriksaan pada pasien menjadi lebih akurat atau sesuai dengan riwayat kesehatan sebelumnya karena data pasien tercatat dengan baik serta tidak mudah hilang. Rekam medis elektronik juga menghindari tertukarnya data pasien. Selain itu, tentunya rekam medis elektronik sangat mudah digunakan, terutama kemudahan mencari data dan riwayat pasien sehingga menghemat waktu, lebih efektif, data pasien tersimpan dengan baik dan tidak mudah hilang. Manfaat lainnya yang diperoleh adalah terintegrasinya data dalam satu repository yang memungkinkan untuk dilakukan analisis secara mudah dan cepat dalam pengambilan keputusan (Amatayakul, 2004).

 Adapun instrumen yang dapat digunakan dalam menganalisis kesiapan institusi dalam menyelenggarakan rekam medis elektronik adalah DOQ-IT. DOQ-

IT merupakan singkatan dari Doctor’s Office Quality – Information Technology. Ada empat area utama untuk menilai kesiapan dalam implementasi rekam medis elektronik yaitu budaya organisasi, manajemen dan kepemimpinan, sumber daya manusia, dan infrastruktur (DOQ-IT, 2009).

a.                   Budaya Organisasi

 Kesiapan budaya mencakup penerimaan tenaga kesehatan atas teknologi informasi. Diperlukan peningkatan pengetahuan dan kesadaran pengguna akan pentingnya rekam medis. Tenaga kesehatan harus memiliki pemahaman dan komitmen untuk pelaksanaan sesuai yang direncanakan. Perlu dilakukan motivasi kepada praktisi kesehatan untuk berkomitmen melaksanakan proses sesuai dengan perubahan alur kerja (Ghazisaeidi et al., 2014). Alur kerja yang baik yaitu berupa sistem kerja yang jelas, didukung sesuai kebutuhan pengguna. Carroll et all (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa salah satu kesuksesan dalam implementasi RME adalah dengan adanya keikutsertaan staf klinis maupun administrasi dalam proses desain dan perencanaan implementasi. Untuk menuju pada perubahan tersebut, dokter maupun staf medis perawat menyadari bahwa sebagai pengguna memiliki peran yang penting dalam memberikan masukan. 

b.                  Manajemen dan Kepemimpinan

 Kesuksesan dalam proses implementasi RME dipengaruhi oleh dukungan kepemimpinan yang kuat, keikutsertaan dari staf klinis dalam desain dan impelmentasi, proses pelatihan pada staf, serta proses perencanaan yang sesuai jadwal serta penyediaan anggaran yang memadai (Carroll et all, 2012). Peran dukungan kepemimpinan dan tata kelolanya berpengaruh pada pengembangan RME karena pemimpin merupakan jajaran tertinggi dalam pengambilan keputusan. 

 Critical element pertama untuk keberhasilan implementasi RME adalah terkait team leadership. EMR Leadership team merupakan komite yang mengkomando proses-proses dalam pengembangan. Di dalam team tersebut terdiri dari berbagai pihak interdisipliner yang bersedia meluangkan waktu untuk ikut serta dalam proses pengembangan sistem (Healtland, 2009). Diperlukan pembentukan tim eksekutif dalam perencanaa sistem yang harus benar-benar terlibat dalam semua tahap implementasi dengan menyediakan pendapat dari berbagai pengguna, inovasi, waktu dan komitmen. Selain itu juga dibutuhkan manajer yang kuat dan pemimpin senior manajer klinis dan tenaga klinis (Ghazisaeldi et al, 2013). 

c.                   Sumber Daya Manusia

 Pengembangan RME akan sangat tergantung pada sumber daya manusia (SDM) sebagai pengguna RME maupun sebagai penyusun kebijakan. Dibutuhkan pelatihan teknis bagi para tenaga medis dan para medis untuk kelancaran implementasi RME, karena kurangnya pelatihan dan dukungan teknis dapat menjadi penghalang untuk mengadopsi RME (Boonstra et al., 2010). Persiapan – persiapan, sosialisasi, dan pelatihan-pelatihan dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas staf menuju penerapan RME. Peningkatan kapasitas staf yang dilakukan dengan pelatihan dapat menambah pengetahuan, menambah keterampilan, dan merubah sikap. Pelatihan merupakan sarana mengembangkan kemampuan seseorang dalam hidup dan pekerjaannnya (Patak et al., 2014). Pelatihan juga merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan sikap, skil, dan kemampuan pegawai. Dalam pelatihan dapat diketahui kekurangan individu untuk kemudian diperbaiki (Hariandja, 2007).

d.                  Infrastruktur

 Infrastruktur yang dibangun untuk implementasi RME harus memperhatikan persyaratan untuk privasi dan keamanan, juga terkait asuransi kesehatan dan akuntabilitas. Beberapa yang bisa dirancang untuk keamanan diantaranya membentuk tim keamanan, memperhitungkan resiko, membuat kebijakan dan SOP, menerapkan kontrol, membuat pelatihan-pelatihan pendukung, dan monitoring proses (Hartley dan Jones, 2012).  

 Komponen fisik yang harus disiapkan diantaranya server, laptop (atau netbook) dan personal computer (pc), dial-up modems, wireless hardware, printer, scanner, dan mesin fax, kabel modem, digital subscribe line, dan kamera digital (sesuai kebutuhan). Layar komputer juga perlu diperhitungkan besarnya, karena bila terlalu kecil akan tidak mendukung aplikasi yang dijalankan. Perhatikan juga perusahaan pembuat hardwarenya, yang paling banyak digunakan di fasilitas kesehatan karena ini juga akan berpengaruh pada anggaran (Hartley dan Jones, 2012). Adopsi EHR secara menyeluruh memerlukan biaya yang banyak dan memerlukan proses yang panjang (Carroll et all, 2012). Untuk itu diperlukan adanya kesiapan dari sisi infrastruktur TI maupun anggarannya.

 Selain itu, perlu menyiapkan komponen teknis diantaranya adalah software, jaringan, interface, back up, dan cadangan power supply. Software yang umumnya digunakan yaitu software anti virus, enkripsi, manajemen dokumen, dan microsoft office atau sejenisnya. Mempersiapkan interface yang easy and friendly user. Tim teknis pendukung juga harus dipersiapkan untuk mengantisipasi apabila terjadi kendala di lapangan (Hartley dan Jones, 2012).


DAFTAR PUSTAKA

 

Amatayakul. 2004. A Practical Guide for Professional and Organization. Chicago: America Health Management Association.

Budi, Savitri C. 2011. Manajemen Unit Kerja Rekam Medis. Yogyakarta: Quantum Sinergis Media.

Boonstra A, Broekhuis M. 2010. Barriers to the acceptance of electronic medical records by physicians from systematic review to taxonomy and interventions. BMC Health Serv Res. 2010;10:231. doi:10.1186/14726963-10-231.

Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia Revisi II, Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.

Doctor’s Office Quality - Information Technology (DOQ-IT). EHR Assessment and Readiness Starter Assessment. DOQ-IT.

Feby Erawantini, Eko Nugroho, Guardian Yoki Sanjaya, dan Sunandar Hariyanto. 2013. Rekam Medis Elektronik: Telaah Manfaat Dalam Konteks Pelayanan Kesehatan Dasar. Politeknik Negeri Jember, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Simkes Prodi S2 IKM Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.

Ghazisaeidi M, Ahmadi M, Sadoughi F. 2014. An Assessment of Readiness for

PreImplementation of Electronic Health Record in Iran : a Practical Approach to Implementation in general and Teaching Hospitals. Acta Med Iran.

Hariandja MTE. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian Dan Peningkatan Produktivitas Pegawai. Jakarta: PT. Grasindo.

Hartley CP, Jones EDI. 2012. EHR Implementation A Step by Step Guide for the Medical Practice. 2nd ed. United States: American Medical Association.

Hidayat, Anas Rahmat. Analisis Kesiapan (Readiness Assessment) Penerapan Electronic Medical Record di Klinik Rawat Inap PKU Muhammadiyah Pakem. Yogyakarta: Permata Indonesia.

Jogiyanto, HM. 2005. Sistem Informasi Strategik: Untuk Keunggulan Kompetitif: Memenangkan Persaingan dengan Sistem Teknologi Informasi, Edisi 2. Yogyakarta: Andi.

Lorenzi NM, Kouroubali A, Detmer DE, Bloomrosen M. 2009. How to Successfully Select and Implement Electronic Health Records (EHR) in

Small Ambulatory Practice Settings. BMC Medical Informatics and

                Decision                         Making.                         Diakses                         dari

https://bmcmedinformdecismak.biomedcentral.com/articles/10.1186/14726947-9-15 pada 10 November 2019.

Patak A., Said H, Yaumi M, Ernawati A, Nur D. 2014. Integrating Knowledge Science and Religion. In: The 1st Academic Symposium on Integrating Knowledge (The 1st ASIK). Johor Malaysia: Ibnu Sina Institute for Knowledge Science and Religion.

Permenkes Nomor 269/MenKes/Per/III/2008. Rekam Medis.

Pizziferri L, Kittler AF, Volk L a, Honour MM, Gupta S, Wang S, et al. 2005. Primary care physician time utilization before and after implementation of an electronic health record: a time-motion study. Journal of biomedical informatics. Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15896691 pada 10 November 2019.

Pratama, Muhammad Hamdani. 2016. Analisis Strategi Pengembangan Rekam

Medis Elektronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kota Yogyakarta. [Skripsi]. Surakarta: FKIK UMS.

Silow-Carroll S, Edwards JN, Rodin D. 2012. Using electronic health records to improve quality and efficiency: the experiences of leading hospitals. Issue

brief (Commonwealth Fund) Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22826903 pada 10 November 2019.

Xiaoa N, Danzoc, Andrew HRR. 2012. Meaningful Use of ambulatory EMR: Does it improve the quality and efficiency of health care? Elsevier. Diakses dari http://ac.elscdn.com/S221188371200010X/1-s2.0S221188371200010Xmain.pdf?_tid=87765e3e-8cbd-11e2-

9fae00000aacb361&acdnat=1363275822_432832a4fbc2d67b6628ab21b0 b41ee 7 pada 10 November 2019.