Banyak
orang Indonesia yang tidak tahu tentang profesi perekam medis dan juga dokumen
rekam medis. Handiwidjojo(2009) menyatakan “rekam medis adalah keterangan baik
yang tertulis maupun terekam tentang identitas, anamnesa, penentuan fisik,
laboratorium, diagnosa segala pelayanan, dan tindakan medik yang diberikan
kepada pasien”. Menurut UU praktik kedokteran dalam penjelasan pasal 46 ayat
(1) yang dimaksud berkas rekam medis adalah berkas yang berisi dokumen dan
catatan tentang identitas, pemeriksaan, diagnosa, pengobatan, tindakan, dan
pelayanan yang diberikan pasien. Kegunaan rekam medis dapat dilihat berbagai
aspek. Secara umum kegunaan rekam medis yaitu :
a.
Sebagai alat
komunikasi antar dokter dengan tenaga ahli lainnya yang ikut ambil bagian dalam
memberikan pelayanan pengobatan, serta perawatan terhadap pasien.
b.
Sebagai dasar
untuk merencanakan pengobatan atau perawatan yang harus diberikan kepada
seorang pasien.
c.
Sebagai bukti
tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan
selama pasien berkunjung atau dirawat dirumah sakit
d.
Sebagai
bahan yang berguna untuk analisa,
penelitian dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan
kepada pasien.(Depkes RI, 1997)
Rekam medis sebagai suatu
berkas dokumen mempunyai dua bentuk/jenis, yaitu rekam medis konvensional dan
rekam medis elektronik. Rekam medis konvensional merupakan suatu tulisan atau
catatan atau dokumentasi yang secara kronologis dan sistematis menggambarkan
dan menerangkan riwayat kesehatan penyakit seseorang.
Menurut Permenkes(2010) “rekam medis
harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik yang
memuat identitas pasien, diagnosa, tindakan, dan pelayanan yang diberikan
pasien oleh setiap dokter atau dokter gigi yang menjalankan praktik
kedokteran”. Menurut Kalogriopoulus et all(dalam Pratama & Darnoto,2017)
“negara berkembang masih disibukkan dengan
penanganan berbagai penyakit infeksi atau penyakit menular namun proses dokumentasi
yang efektif dan efisien masih sangat dibutuhkan”. Penerapan rekam medis
elektronik menjadi salah satu solusi dalam menyelesaikan masalah ini. Dengan
adanya dukungan dari UU ITE Tahun 2008 dan Permenkes No. 269 Tahun 2008
mengenai keabsahan RME (Rekam Medis Elektronik) sebagai bukti hukum yang
memberikan harapan cerah bagi perkembangan RME
(Rekam Medis Elektronik).
Menurut Ekawati, Safitri, & Sanjaya(2016)
“rekam medis elektronik (RME) adalah sistem teknologi informasi yang mencatat
semua data termasuk yang berhubungan dengan pelayanan medis dokter yang melibatkan semua data
termasuk peresepan elektronik, catatan
perawat, hasil radiologi, catatan rehabilitasi, catatan panduan
pelayanan gizi, catatan
intruksi kepatuhan pasien”.
Adriani, Kusnanto, Indriono(2017) menyatakan bahwa
“rekam medis elektronik (RME) merupakan suatu sistem informasi kesehatan
terkomputerisasi yang berisi data demografi, data medis, dan dapat dilengkapi
dengan sistem pendukung keputusan”.
Ekawati, Safitri, & Sanjaya(2016) RME (Rekam medik
elektronik) merupakan penyajian
kebenaran data pasien yang baik, dan sepenuhnya ditentukan oleh
kelengkapan dan konsistensi klinisi memasukkan informasi itu di dalam RME
selama aktivitas pelayanan kesehatan
sehari-hari. Ini sesuai dengan penelitian bahwa perilaku klinisi memainkan
peran penting dalam kualitas data. Kualitas data resep yang diperoleh sangat
tergantung pada sejauh mana klinisi melengkapi RME dengan informasi obat.
Penggunaan RME (Rekam Medis Eletronik) memberikan manfaat besar bagi pelayanan kesehatan
seperti pelayanan dasar dan pelayanan rujukan rumah sakit. Salah satu manfaat
dari RME (Rekam Medis Eletronik) adalah menyediakan ketersediaan catatan
elektronik pasien di rumah sakit. Hal ini juga meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pelayanan pasien di rumah sakit. Selain itu, RME (Rekam Medis Eletronik) juga
memberikan manfaat untuk bagian administratif pada bagian retrival pasien.
(Erawantini,
Nugroho, Sanjaya, & Heriyanto, 2018)
Di Indonesia penggunaan inovasi RME (Rekam Medis
Elektronik) boleh dikatakan masih berjalan ditempat. Beberapa alasan mengapa
RME (Rekam Medis Elektronik) tidak berkembang adalah :
a.
Banyak pihak yang mencurigai bahwa rekam medis
elektronik tidak memiliki perlindungan hukum yang jelas, khususnya berkaitan
dengan penjaminan agar data yang tersimpan dan terlindungi
b.
Tidak adanya pendanaan untuk menerapkan
RME (Rekam Medis Elektronik) di rumah
sakit. Aspek finansial menjadi persoalan penting karena rumah sakit harus
menyiapkan infrastruktur Teknologi Informasi (komputer, jaringan kabel maupun
nir kabel, listrik, sistem pengamanan,konsultan, pelatihan dan lain-lain)
c.
RME (Rekam Medis Elektronik) tidak menjadi
prioritas. Karena rumah sakit lebih mengutamakan sistem lain seperti sistem
penagihan elektronik (computerized billing system), sistem akuntansi,
sistempenggajian dsb. Rumah sakit beranggapan bahwa semua sistem itu lebih
diutamakan karena dapat menjamin manajemen keuangan rumah sakit yang cepat,
transparan danbertanggung jawab. (Handiwidjojo, 2009)
Pratama & Darnoto(2017) menyatakan bahwa apabila
rumah sakit telah memahami pentingnya RME(Rekam Medis Elektronik) , maka RME (Rekam Medis Elektronik) akan dianggap sebagai sebuah investasi.
Proses perencanaan untuk RME (Rekam Medis Elektronik) telah dipahami oleh
banyak pihak baik dari jajaran manajemen ataupun pengelola TI.
Namun demikian proses evaluasi terhadap investasi RME
(Rekam Medis Elektronik) belum dilakukan.
Hasil penelitian Rizanti(dalam Pratama
& Darnoto, 2017) menunjukkan bahwa rumah sakit haji berada
pada skala usaha yang meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya RME
(Rekam Medis Elektronik) maka terjadi peningkatan investasi rumah sakit. Untuk mempercpat atau mendorong rumah sakit
beralih ke RME (Rekam Medis Elektronik) perlu adanya dukungan dari
pemerintah berupa sosialisasi yang dilakukan tentang manfaat dan potensi RME
(Rekam Medis Elektronik) yang harus gencar dilakukan. (Handiwidjojo, 2009)
Daftar Rujukan
Aditya, D.,
Mursityo, Y. T., & Pramono, D. (2018). Pengembangan Business Process
Improvement Sistem Informasi Rekam. Jurnal Pengembangan Teknologi
Informasi dan Ilmu Komputer, 2150-2157.
Andriani,
R., Kusnanto, H., & Istiono, W. (2017). ANALISIS KESUKSESAN IMPLEMENTASI
REKAM MEDIS ELEKTRONIK DI RS. Jurnal Sistem Informasi (Journal of
Information Systems), 90-96.
Departemen Kesehatan Tahun 1997. Kegunaan Rekam Medis.
Ekawati,
M. E., Safitri, I. L., & Sanjaya, G. Y. (2018, September 10).. REKAM MEDIS
ELEKTRONIK TIDAK MENJAMIN KELENGKAPAN DOKUMENTASI KESEHATAN PASIEN. Retrived from https://scholar.google.co.id/scholar?q=REKAM+MEDIS+ELEKTRONIK+TIDAK+MENJAMIN+KELENGKAPAN+DOKUMENTASI+KESEHATAN+PASIEN&hl=en&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholart
Erawantini,
F., Nugroho, E., Sanjaya, G. Y., & Heriyanto, S. (2018, September 10). REKAM
MEDIS ELEKTRONIK: TELAAH MANFAAT DALAM KONTEKS. Retrieved from
Http://Publikasi.Dinus.Ac.Id/Index.Php/Fiki2013/Article/View/522
Handiwidjojo,
W. (2009). Rekam Medis Elektronik. Jurnal Eksis, 36-41.
Peraturan Menteri
Kesehatan 2010. Rekam Medis.
Pratama, M. H., &
Darnoto, S. (2017). ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN REKAM MEDIS. Jurnal
Manajemen informasi Kesehatan Indonesia, 34-45.
Riyuka,
A., & Wildian. (2016). Rancang Bangun Sistem Identifikasi Data Pasien pada
Rekam Medis. Jurnal Fisika Unand, 59-64.
Samandari,
N. A., S, W. C., & Rahim, A. H. (2016 ). KEKUATAN PEMBUKTIAN KONVENSIONAL
DAN ELEKTRONIK. SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan, Vol. 2 | No. 2 | Th. ,
154-164.
Simbolon,
S. A. (2015). KAJIAN YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN. Lex Crimen, 152-161.