Rekam
medis adalah bagian dalam rumah sakit yang berfungsi untuk mengelola,
menyimpan, dan merawat dokumen riwayat penyakit pasien. Berdasarkan peraturan
menteri kesehatan nomor 269 tahun 2008 menyatakan bahwa pengertian rekam medis
adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien,
hasil pemeriksaan, pengobatan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien. Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa tenaga
rekam medis ada yang bekerja di balik layar. Meskipun bekerja di balik layar,
seorang tenaga rekam medis diungkapkan sebagai salah satu jantung rumah sakit.
Makna lain dari jantung rumah sakit adalah sebuah profesi yang sangat penting
dan tidak dapat dikelola oleh seseorang yang tidak berpengalaman.
Sistem
informasi rekam medis dapat digunakan sebagai sarana penyedia layanan dan
informasi bagi penggunanya baik untuk dokter, tenaga pelayanan fasilitas
kesehatan, karyawan yang berkepentingan, petugas asuransi kesehatan, dan pasien
rumah sakit, sehingga bisa mendapatkan informasi akurat karena informasi yang
tersedia senantiasa terbaru. Berdasarkan keputusan departemen
kesehatan Republik Indonesia (1994) tujuan rekam medis adalah menunjang
tercapainya tertib administrasi bagi pasien dalam rangka upaya untuk
peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Hal tersebut harus di dukung
oleh sistem penyelanggaraan rekam medis yang baik dan benar karena rekam medis
mengurus segala dokumen kepentingan rumah sakit mulai dari pengurusan
kedatangan pasien sampai kepulangan pasien. Rekam medis juga mengurus keperluan
pasien mengenai hal pembayaran dan kepengurusan pembiayaan ke asuransi kesehatan.
Menurut Departemen Kesehatan (1997) kegunaan rekam medis dapat
dilihat dari beberapa aspek, antara lain aspek administrasi, aspek medis, aspek hukum, aspek penelitian,
aspek keuangan, aspek pendidikan, aspek dokumentasi. Aspek administrasi menjadi
kegunaan rekam medis karena isi dari dokumen rekam medis menyangkut wewenang,
tanggung jawab, dan hak bagi pasien ataupu tenaga pelayanan fasilitas
kesehatan. Dalam aspek medis dikarenakan dokumen rekam medis dapat menjadi acuan
informasi bagi dokter dan tenaga pelayanan fasilitas kesehatan untuk melakukan
pelayanan kesehatan selanjutnya. Dalam aspek hukum dokumen rekam medis
dapat digunakan sebagai bukti apabila
tenaga pelayanan fasilitas kesehatan melakukan keslahan yang merugikan pasien
dan dapat mendukung kegiatan pemerintah yaitu jaminan sistem kesehatan
nasional. Aspek keuangan bagi tujuan dokumen rekam medis adalah untuk membantu
pasien membayarkan biaya pelayanan kesehatan pada pihak asuransi kesehatan.
Sedangkan untuk aspek pendidikan dan penelitian yaitu sebagai sumber informasi
bagi dokter atau pelayanan kesehatan lainnya dalam melakukan sebuah penelitian
untuk keperluan pendidikan. Aspek dokumentasi merupakan tujuan dari rekam medis
karena segala tindakan pelayanan rekam medis perlu di catat dan di tulis supaya
dapat menentukan tindakan pelayanan kesehatan selanjutnya.
Pemberantasan korupsi dilakukan
di berbagai institusi. Semenjak diberlakukannya program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) awal 2014 lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai aktif
melakukan kajian untuk menilai potensi korupsi dibidang kesehatan. Korupsi
merupakan bagian dari Fraud. Fraud
digunakan untuk menggambarkan bentuk kecurangan dunia kesehatan yang tidak
hanya berupa korupsi tetapi juga mencakup penyalahgunaan aset dan pemalsuan
pernyataan. Fraud dapat dilakukan oleh semua pihak yang terlibat
dalam program JKN mulai dari peserta BPJS Kesehatan, penyedia layanan
kesehatan, BPJS Kesehatan, dan penyedia obat dan alat kesehatan. Semua yang
terlibat saling mencurangi satu sama lain.
Fraud menyebabkan kerugian perekonomia
negara. Berdasarkan dari KPK (2015) menunjukkan bahwa hingga Juni 2015
terdeteksi potensi Fraud dari 175.774
klaim Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) dengan nilai Rp. 440
M. Informasi tersebut diperoleh dari kelompok klinisi, belum dari aktor lain
seperti staf BPJS Kesehatan, pasien, dan suplier alat kesehatan dan obat. Nilai
yang disebutkan mungkin belum total mengingat sistem pengawasan dan deteksi
yang digunakan masih sangat sederhana. Besarnya potensi kerugian yang
ditimbulkan, mendorong pemerintah untuk mengeluarkan Permenkes No. 36 tahun
2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud)
dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) sebagai dasar hukum pengembangan sistem anti Fraud layanan kesehatan di Indonesia. Diluncurkan
April 2015, peraturan ini belum optimal dijalankan. Dampak yang bisa terjadi
adalah Fraud layanan kesehatan
berpotensi semakin banyak terjadi namun tidak diiringi dengan sistem pengendalian
yang sesuai.
Perkiraan penyebab fraud pada era jaminan kesehatan nasional antara lain ketidaktahuan
tentang makna fraud dan aspek hukumnya, ketidaktauan pelaku, termasuk provider,
bahwa tindakan tersebut (yang dilakukan peserta, rumah sakit, pemberi
pelayanan) merupakan fraud. Selain itu merasa bahwa tarif Jaminan Kesehatan Nasional
terlalu rendah sehingga berusaha mencari “jalan keluar”, keinginan memberikan
yang terbaik bagi pasien, belum terbiasa
mematuhi clinical pathway, standart
profesi, standart operasional prosedur, PPM, dan lainnya. Adapun merasa
dizholimi karena “dipaksa” menjadi provider jaminan kesehatan nasional, dan mismatch antara penerima iuran dengan
pembayaran manfaat. Sanksi yang didapat ketika melakukan Fraud adalah pidana, perdata (ganti rugi), denda, disiplin profesi,
administrative (izin operasi rumah sakit)diumumkan, dan juga etika yang
diyakini dengan semua sanksi dapat menumbuhkan efek pencegahan bagi calon
pelaku juga efek jera terhadap pelaku.
Solusi yang dapat digunakan untuk mengurangi
kejadian Fraud antara lain:
1.
Rumah Sakit harus mulai mempelajari
perhitungan ‘unit cost’ pelayanan kesehatan masing-masing
diagnosis, sehingga tidak selalu berfikir bahwa dengan ikut dalam program Jaminan
Kesehatan Nasional akan merugi.
2.
Pihak yang berwenang segera membuat sistem dan
pedoman pencegahan dan deteksi fraud pada pelayanan kesehatan dalam bentuk UU
disertai sanksi.
3.
Menumbuhsuburkan kembali rasa cinta tanah air dan
nasionalisme di kalangan para praktisi kesehatan.
4.
Menanamkan kembali etika-etika moral yang baik bagi
penyelenggara, peserta dan semua yang terlibat dalam pelayanan kesehatan dalam Jaminan
Kesehatan Nasional.
5.
Meningkatkan profesionalisme Coder secara umum di
Indonesia melalui diklat atau ‘workshop’ yang diadakan oleh organisasi profesi
nasional / internasional.
6.
Melakukan monitoring dan audit untuk Coding oleh
pihak internal RS atau pihak independent untuk meningkatkan kualitas Coding dan
Coder.
7.
Meningkatkan sosialisasi kepada saryankes mengenai
penerapan sistem casemix serta up-date perubahannya.
Daftar
Rujukan
Fantri Pamungkas, T. H. (2015). Identifikasi Ketidaklengkapan
Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Jurnal
Kedokteran Brawijaya , 124-128.
Giyana, F. (2012). Analisis Sistem Pengelolaan Rekam Medis
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro, 1(2).
Giyana, F. (2018, 9 11). Analisis sistem pengelolaan rekam
medis rawat inap rumah sakit umum daerah kota Semarang. Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publications/18739-ID-analisis-sistem-pengelolaan-rekam-medis-rawat-inap-rumah-sakit-umum-daerah-kota.pdf
Hamilton-Hart, 2001, Anti-Corruption Strategies in Indonesia,
Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. 37, No. 1: 65–8.
Hasibuan, S., Silalahi, F., AWS, F. W., Megawati, K.,
Siregar, T. A., Husaini, D., ... & Fadhliah, I. (2010). Studi Teks dan
Dokumentasi. Tersedia secara online di: https://www. researchgate.
net/... KUALITATIF [dilayari di Kuala Ketil, Kedah Darul Aman, Malaysia: 31
Ogos 2017].
Http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMK%20No.%2036%20ttg%20FRAUD%20Dalam%20Program%20JAMKES%20Pada%20SJSN.pdf,
diunduh tahun 2015.
Irfan Agus Nurridho, A. P. (2009). Prediksi Kebutuhan Rak
Penyimpanan Dokumen Rekam Medis Aktif di bagian FIlling Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Sragen. Rekam Medis , 11.
Kepmenkes 440, 2012, Tarif Rumah Sakit Berdasarkan Indonesia
Case Based Group (INA-CBG).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 2015, http://www.kpk.go.id.
Lihawa, C., & Mansur, M. (2015). Faktor-faktor penyebab
ketidaklengkapan pengisian rekam medis dokter di ruang rawat inap RSI Unisma
Malang. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(2), 119-123.
Nurridho, I. A., Pujihastuti, A., & Rohmadi, R. M. D.
(2009). PREDIKSI KEBUTUHAN RAK PENYIMPANAN DOKUMEN REKAM MEDIS AKTIF DI BAGIAN
FILING RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SRAGEN. Rekam Medis, 3(2).
Pamungkas, F., & Hariyanto, T. (2015). Identifikasi
ketidaklengkapan dokumen rekam medis rawat inap di RSUD Ngudi Waluyo
Wlingi. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(2), 124-128.
Permenkes 36 tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud)
dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional Pada Sistem Jaminan Sosial
Nasional,
Permenkes No. 69, 2013, Standar Tarif Pelayanan Kesehatan
Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Dan Fasilitas Kesehatan Tingkat
Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
Rahmadhani, I. S., Sugiarsi, S., & Pujihastuti, A.
(2008). Faktor penyebab ketidaklengkapan dokumen rekam medis pasien rawat inap
dalam batas waktu pelengkapan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi
Surakarta. Jurnal Kesehatan, 2(2), 82-88.
Rimawati, 2014, Fraud di Jaminan Kesehatan Nasional: Aspek
hukum Pidana dan Perdata. Disampaikan dalam Blended Learning Pencegahan Fraud
dalam Jaminan Kesehatan Nasional di PKMK FK UGM.
Sugiyanto, Z. (2006). Analisis Perilaku Dokter Dalam
Mengisi Kelengkapan Data Rekam Medis Lembar Resume Rawat Inap di RS Ungaran
Tahun 2005 (Doctoral dissertation, Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro).
Werdikesni, U., Pujihastuti, A., & Rohmadi, R. M. D.
(2008). TINJAUAN PENGGUNAAN DOKUMEN REKAM MEDIS DI BAGIAN FILING RUMAH SAKIT
JIWA DAERAH SURAKARTA TAHUN 2008. Rekam Medis, 2(1).
Yuliani, N. (2010). Analisis Keakuratan Kode Diagnosis
Penyakit Commotio Cerebri Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10 Rekam Medik di
Rumah Sakit Islam Klaten. Infokes (Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan
Informatika Kesehatan), 1(1), 17-31.
0 komentar:
Posting Komentar